PP KAMMI Minta Satgas PKH Tertibkan Lahan Bermasalah

PP KAMMI Minta Satgas PKH Tertibkan Lahan Bermasalah
Ilustrasi(Antara)

PENGURUS Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) menyatakan dukungan penertiban kawasan hutan yang dikerjakan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) mulai Januari 2025 berhasil menguasai kembali lebih dari 3,3 juta hektare kawasan hutan negara. Angka tersebut sesuai dengan target yang dicanangkan Presiden, sekaligus menjadi capaian besar dalam sejarah penegakan hukum lingkungan di Indonesia.

PP KAMMI menilai langkah ini adalah energi baru dalam upaya penyelamatan hutan, penegakan kedaulatan ekologis, dan perbaikan tata kelola sumber daya alam.

Sejak dibentuk, Satgas PKH digadang-gadang sebagai instrumen negara untuk merespons maraknya praktik penguasaan ilegal atas kawasan hutan, baik oleh korporasi besar maupun aktor individu.

Hasil kerjanya cukup signifika. Hingga September 2025, sekitar 1,5 juta hektare lahan hasil penertiban telah diserahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) untuk dikelola, lebih dari 900 ribu hektare dialihkan ke kementerian dan lembaga terkait, serta sekitar 81 ribu hektare dikembalikan menjadi kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo di Riau.

Di kawasan konservasi ini, Satgas bahkan mulai menumbangkan lebih dari 400 hektare kebun sawit ilegal sebagai bagian dari pemulihan ekosistem yang selama ini terancam.

Ketua Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan PP KAMMI, Aulia Furqon, menyampaikan bahwa capaian tersebut adalah langkah maju, namun belum cukup untuk menyelesaikan masalah kehutanan Indonesia.

“Satgas PKH telah menunjukkan langkah berani. Tetapi keberanian ini hanya akan bermakna jika diiringi integritas lingkungan. Hutan tidak boleh dipandang semata-mata sebagai angka hektare, tetapi sebagai ekosistem yang melindungi rakyat dan kehidupan. Integritas inilah yang akan memastikan penyelamatan hutan membawa keadilan bagi masyarakat kecil di sekitarnya,” ujarnya.

PP KAMMI juga menekankan bahwa target Presiden sebesar 3,3 juta hektare seharusnya dipandang sebagai titik awal, bukan akhir. Tantangan di lapangan jauh lebih besar. Masih banyak lahan bermasalah yang belum tersentuh penertiban, mulai dari perkebunan sawit ilegal yang tersebar di berbagai provinsi hingga aktivitas tambang ilegal yang merusak kawasan hutan produksi maupun lindung.

Jika negara berhenti di angka 3,3 juta hektare, maka upaya penyelamatan hutan akan kehilangan momentum.

Lebih jauh, PP KAMMI menyoroti pentingnya tata kelola yang transparan dalam pengelolaan lahan hasil penertiban. Penyerahan jutaan hektare ke BUMN seperti PT Agrinas, menurut KAMMI, berisiko melahirkan pola eksploitasi baru apabila tidak dijalankan dengan prinsip akuntabilitas dan partisipasi publik.

“Satgas PKH perlu membuka data penguasaan lahan dan arah pemanfaatannya secara berkala agar masyarakat dapat ikut mengawasi. Hutan adalah milik bangsa, bukan hanya catatan birokrasi,” tambah Aulia.

Berdasarkan laporan resmi, hingga September 2025 Satgas PKH telah menggunakan sekitar Rp204,7 miliar dari total Rp341,2 miliar anggaran penertiban. PP KAMMI menilai keterbukaan data anggaran ini adalah langkah positif, tetapi masih harus diperluas dengan publikasi rutin agar masyarakat bisa memastikan bahwa setiap rupiah benar-benar digunakan untuk kepentingan penyelamatan hutan, bukan sekadar operasi administratif.

Ketua Umum PP KAMMI, Ahmad Jundi, menegaskan bahwa generasi muda memiliki kepentingan langsung terhadap keberhasilan Satgas PKH.

“Kami mendukung penuh langkah Satgas PKH menyelamatkan hutan. Namun keberanian ini harus dijaga dengan tata kelola yang bersih. Transparansi adalah kunci untuk memastikan kerja besar ini benar-benar menyelamatkan bangsa, bukan sekadar menggeser kepentingan dari satu pihak ke pihak lain. Hutan adalah milik bangsa, dan generasi muda berhak tahu bagaimana ia dikelola,” tegasnya.

Lebih lanjut, Jundi meminta Presiden untuk memastikan Satgas PKH menertibkan seluruh kawasan hutan bermasalah tanpa pengecualian. Bahkan bila perlu, penertiban harus diperluas ke area ilegal di luar kawasan hutan yang merusak lingkungan dan merugikan rakyat.

“Negara tidak boleh berhenti di angka 3,3 juta hektare, karena tantangan ekologis jauh lebih besar. Satgas PKH harus terus bekerja, lebih berani, dan lebih berintegritas.”

Dengan demikian, PP KAMMI menegaskan bahwa penyelamatan hutan bukan sekadar soal pencapaian target administratif, tetapi juga menyangkut masa depan ekologi, keadilan sosial, dan kedaulatan bangsa. (E-4)

[OTOMOTIFKU]