National AI Initiative Forum 2025, AI untuk Prakarsa Indonesia Cerdas

National AI Initiative Forum 2025, AI untuk Prakarsa Indonesia Cerdas
National AI Initiative Forum 2025(MI/HO)

INDONESIA kembali meneguhkan langkah strategis dalam menghadapi perkembangan teknologi global dengan menyelenggarakan National AI Initiative Forum 2025: AI untuk Prakarsa Indonesia Cerdas di Aula Barat dan Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 4 September 2025. 

Forum ini mempertemukan pemerintah, akademisi, pelaku industri, hingga komunitas untuk membahas pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) secara inklusif, etis, dan berkelanjutan.

Acara yang dihadiri ratusan peserta lintas sektor ini mengusung tema besar “AI for Indonesia” dengan enam subtema, AI for Smart Government, AI for Resilient, Smart, and Sustainable Cities, AI for Smart Mobility, AI for Smart Industry: Mining, Oil and Gas, AI for Food Safety and Security, AI for Smart Healthcare & Environment, Infrastructure Data and AI, AI for Smart Building, Energy, Water, and Infrastructure, dan AI for Smart Finance.

Acara dibuka dengan refleksi perjalanan Indonesia dalam mengembangkan konsep Smart City sejak 2015 yang kini memasuki era berbasis AI. 

Pemerintah menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki National AI Roadmap yang disusun bersama Korika (Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial Indonesia).

AI bukan pengganti manusia, melainkan enabler untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Strategi nasional AI dibangun di atas tiga pilar: membangun ekosistem, memastikan implementasi nyata, dan memperkuat kolaborasi lintas sektor.

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah menegaskan bahwa visi Indonesia Digital 2045 mencakup tata kelola digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.

“AI akan menjadi pendorong signifikan pertumbuhan ekonomi. Kontribusinya terhadap PDB Indonesia pada 2030 diperkirakan mencapai 2,83% hingga 12%. Namun, tantangan kita adalah keterbatasan SDM, kualitas data yang rendah, serta keamanan siber. Oleh karena itu, kami menegakkan prinsip etika AI: inklusivitas, transparansi, akuntabilitas, keamanan, dan keberlanjutan,” ujar Edwin.

Dari perspektif pemerintahan daerah, Abdul Aziz selaku Pelaksanaan Pembinaan Umum Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyoroti integrasi layanan publik digital yang masih belum efisien. 

“Banyak aplikasi tumpang tindih, proses belum efisien, dan masih ada ketergantungan pada dokumen fisik. Regulasi sudah ada, tapi implementasi di daerah masih lemah. Kita perlu memperkuat kapasitas IT di pemerintah daerah agar digitalisasi benar-benar dirasakan masyarakat,” tegasnya.

Dukungan perguruan tinggi juga menjadi sorotan. Kusprasapta Mutijarsa dari ITB menyampaikan bahwa ITB baru saja meluncurkan program Magister Sistem dan Teknologi Informasi. 

“Tujuannya adalah melahirkan talenta dengan kemampuan teknis dan strategis untuk mendukung transformasi digital pemerintah,” jelasnya.

Pada sesi AI for Resilient, Smart, and Sustainable Cities, Ahmad Rinaldi Hidayat dari BP Tapera memaparkan penerapan AI dalam program perumahan rakyat. 

“Melalui analisis spasial dan monitoring konstruksi berbasis geo-tagging, kami bisa memastikan rumah subsidi sesuai kebutuhan dan berada di lokasi yang aman,” jelas Ahmad.

Ketua SCIC ITB Prof. Suhono H Supangkat  menambahkan bahwa mulai 2025, Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) akan dilengkapi dengan AI readiness index dan AI transformation index. 

“Fokusnya bukan hanya menambah teknologi, tetapi bagaimana meningkatkan kualitas hidup warga kota. Tantangan terbesar tetap pada kualitas dan bias data,” tegasnya.

Hendra Sandi Firmansyah dari Smart City Community Innovation Center (SCCIC) ITB menambahkan perspektif kesehatan kota. 

“AI bisa membantu manajemen stunting, pengelolaan sampah, prediksi banjir, dan monitoring kualitas udara. Namun, kesenjangan digital antara kota dan desa masih nyata. Solusinya adalah proyek percontohan berbasis klaster dengan dukungan akademisi, pemerintah, dan swasta,” katanya.

Direktur Bina Teknik Bangunan Gedung dan Penyehatan Lingkungan (BTBGPL) Kuswara memaparkan strategi pembangunan. 

“Standar gedung pintar harus mencakup otomatisasi, manajemen energi, keamanan siber, dan keberlanjutan. Pembangunan ini harus sejalan dengan target Net Zero Emission 2060 dan SDGs. Gedung pintar yang kami dorong adalah yang adaptif, terkoneksi, dan mengakomodasi kearifan lokal,” ujarnya.

Dosen Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB Justin Pradipta  menambahkan peran AI dalam efisiensi energi. 

“Sektor bangunan menyerap energi yang besar, terutama dari sistem pendingin udara. Penelitian kami menunjukkan bahwa AI dapat menyeimbangkan konsumsi energi dengan pasokan energi terbarukan,” jelasnya.

Sementara itu, Amanullah Baihaqi dari Urban Soft menyoroti pemanfaatan digital twin platforms. 

“Dengan digital twin, kami bisa memantau kualitas air, menganalisis energi, dan mengoptimalkan aset infrastruktur. Ini adalah terobosan yang membawa efisiensi nyata,” tegasnya.

Pada sesi AI for Smart Mobility, Kepala Subdirektorat Kelaikan Fasilitas Operasi Kereta Api  Direktorat Prasarana Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Dedik Tri Istiantara menjelaskan penerapan predictive maintenance. 

“AI membantu memantau rel, armada, dan infrastruktur sehingga keandalan meningkat dan biaya operasional berkurang. Kami menargetkan roadmap implementasi MRT dan jaringan nasional pada 2027,” terangnya.

Agus Susanto Ruka dari PT KAI menambahkan, “Sejak 2017 kami telah mengadopsi AI untuk layanan pelanggan dengan chatbot NLP, serta CCTV analytics dengan face recognition. Ke depan, transportasi otonom dan sensor jaringan akan kami kembangkan untuk meningkatkan keselamatan.”

Dari sektor logistik, Natal Iman Ginting dari Pelindo Solusi Digital berbicara tentang integrasi pascamerger. 

“AI kami gunakan untuk tracking kargo, smart scheduling, dan otomatisasi dokumen. Namun, standarisasi data dan ketersediaan talenta digital masih menjadi pekerjaan rumah,” jelasnya.

Sementara itu, Fadil Hidayat dari ITB menekankan pentingnya pendekatan human-centric mobility. 

“AI dapat digunakan untuk ATCS berbasis data real-time dan interpretasi transportasi melalui vision-to-language. Namun, kualitas data dan kolaborasi multisektor tetap menjadi kunci keberhasilan,” ujarnya.

Forum ini juga menyoroti transformasi sektor keuangan yang terdampak langsung oleh AI dan digitalisasi – AI for Smart Finance.

Dosen ITB Arry Akhmat Arman memaparkan fenomena berkurangnya kantor cabang dan mesin ATM di Indonesia. 

“Biasanya kita dengan mudah menemukan tiga mesin ATM berjejer di lokasi tertentu, sekarang tinggal satu. Bahkan kantor cabang yang dilayani manusia juga makin jarang,” ujarnya, sambil menekankan bahwa transaksi justru meningkat melalui kanal digital.

Menurut Arry, hal ini menunjukkan perubahan perilaku keuangan masyarakat sekaligus ancaman terhadap profesi tradisional di sektor finansial. 

“AI membuat pekerjaan jadi lebih cepat dan efisien, tapi juga berarti ada banyak profesi yang akan tergantikan,” katanya.

Ia juga menjelaskan arah perkembangan menuju AI First Banking dan self-driving finance. 

“Ibarat mobil otonom, keuangan kita bisa diatur autopilot sesuai prinsip yang kita tetapkan,” jelas Arry.

Dari perspektif BUMN pariwisata, Syahnara Syahwan Kepala Technologi Group PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney) mencontohkan penggunaan biometrik di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta melalui aplikasi Travelin. 

“Kalau kendaraan parkir lebih dari 10 menit di drop zone, sistem otomatis mengirim pesan WhatsApp ke petugas. Begitu juga dengan area trolley yang kosong, sistem langsung memberi tahu tim operasional,” jelasnya.

Topik mengenai Central Bank Digital Currency (CBDC) diperdalam oleh Andi Nugroho dari SCCIC ITB. 

“CBDC bisa mengeliminasi banyak sistem pembayaran yang kita kenal sekarang. Tidak perlu lagi transfer uang melalui bank, karena bentuknya sudah digital dan seamless,” paparnya.

Andi menjelaskan bahwa Bank Indonesia menyiapkan tiga tahap: publikasi white paper dan prototipe (Immediate State), integrasi CBDC antarbank (Intermediate State), dan integrasi wholesale-retail untuk masyarakat (End State). 

“Pertanyaannya nanti, apakah bentuknya seperti e-wallet versi Bank Indonesia, kita masih harus menunggu. Yang jelas, CBDC akan menggunakan Distributed Ledger Technology,” tegasnya.

Forum ditutup dengan penegasan bahwa AI dalam semua sektor – pemerintahan, kota, energi, mobilitas, hingga finansial – harus dilandasi prinsip etika, inklusi, dan keberlanjutan.

National AI Initiative Forum ini bukan hanya ajang diskusi, tetapi katalisator kolaborasi. Kita ingin AI benar-benar hadir untuk tata kelola cerdas, pembangunan berkelanjutan, dan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia,” pungkas moderator acara.

Dengan seluruh sesi yang kaya perspektif dan strategi, forum ini menjadi langkah nyata menuju Indonesia cerdas berbasis AI. Harapannya, hasil forum akan mempercepat transformasi digital nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan global teknologi kecerdasan buatan. (Z-1)

[OTOMOTIFKU]