
KEMENTERIAN Pertahanan (Kemhan) menyatakan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Kepala Biro Informasi dan Pertahanan Kementerian Pertahanan, Frega Wenas, menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga menjadi landasan hukum yang harus dipatuhi oleh semua pihak.
“Putusan tersebut tentu menjadi landasan hukum yang jelas bagi semua pihak, termasuk bagi Kemhan,” katanya dalam keterangan resminya, Kamis (18/9).
Terkait rencana koalisi masyarakat sipil untuk menggugat kembali UU TNI, Frega menghargainya dan menilai hal tersebut sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang patut dihormati.
“Hak untuk menempuh jalur hukum lebih lanjut adalah konstitusional dan patut dihormati,” imbuhnya.
Lebih lanjut, terkait dengan UU TNI, Frega memastikan pihaknya akan tetap fokus menjalankan amanat undang-undang tersebut sesuai tugas dan fungsi yang diatur.
“Kami terbuka pada komunikasi konstruktif dengan seluruh komponen bangsa,” ujarnya.
Seperti diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Putusan itu dibacakan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (17/9).
Dari lima perkara yang diajukan, empat perkara lebih dulu diputus. MK menyatakan permohonan dengan nomor 75/PUU-XXIII/2025, 69/PUU-XXIII/2025, 56/PUU-XXIII/2025, dan 45/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima karena para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Perkara terakhir, yakni nomor 81/PUU-XXIII/2025, diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang beranggotakan sejumlah lembaga, seperti YLBHI, KontraS, dan Imparsial. Namun, gugatan ini pun akhirnya kandas.
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menjelaskan, pembentuk undang-undang sudah menyediakan berbagai ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan UU TNI.
“Sejalan dengan itu, pembentuk undang-undang juga melakukan upaya baik melalui tatap muka dalam berbagai diskusi publik maupun melalui metode berbagi informasi secara elektronik melalui laman resmi maupun kanal YouTube yang dapat diakses oleh masyarakat, terutama para pemangku kepentingan (stakeholders) yang hendak menggunakan haknya untuk berpartisipasi,” kata Guntur dalam sidang.
Menurut Guntur, hal itu menunjukkan tidak ada penghalangan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pembentukan UU TNI.
“Artinya, pembentuk undang-undang telah menyediakan beberapa pilihan metode atau sarana partisipasi publik, serta tidak ada upaya untuk menghalangi masyarakat yang hendak berpartisipasi dalam proses pembentukan RUU Perubahan atas UU 34/2004,” jelasnya.
Selain itu, Guntur juga menilai dalil pemohon soal sulitnya mengakses dokumen RUU TNI tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya pelanggaran asas keterbukaan.
“Berkenaan dengan permasalahan dokumen yang tidak dapat diakses adalah tidak tepat jika dikaitkan dengan pelanggaran asas keterbukaan sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon,” imbuhnya. (H-4)
[OTOMOTIFKU]