Menkeu Waspadai Potensi Kredit Fiktif dari Penempatan SAL Rp200 Triliun

Menkeu Waspadai Potensi Kredit Fiktif dari Penempatan SAL Rp200 Triliun
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa.(MI/Insi Nantika Jelita)

MENTERI Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan kewaspadaannya terhadap potensi kredit fiktif setelah pemerintah memutuskan mengalihkan bagian Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun ke Himbara. Dana tersebut merupakan bagian dari SAL total Rp425 triliun yang semula tersimpan di rekening khusus Bank Indonesia.

Ia mengatakan potensi penyalahgunaan memang ada, tetapi tergantung pada bank yang menyalurkan dana tersebut.

“Potensi (kredit fiktif) pasti ada, tergantung banknya,” ujarnya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (19/9).

Ia menjelaskan penempatan SAL itu tidak dapat diakses semua pihak, melainkan hanya bank-bank negara. Penyaluran kredit pun dilakukan oleh bank sesuai model bisnis dan kemampuan mereka sendiri. 

“Kalau mereka mau menyalurkan, itu menggunakan keahlian mereka sendiri sehingga kita tidak turut campur,” tegas Menkeu.

Namun Purbaya menegaskan, apabila ditemukan kredit fiktif akan ada sanksi tegas, seperti sanksi administratif atau bahkan tindak pidana. 

“Kalau itu kredit fiktif dan ketahuan, yang bersangkutan akan ditangkap dan dipecat. Tapi, saya tidak bisa membayangkan apakah ada yang berani melakukan kredit fiktif sebesar itu,” ucapnya.

Mengenai peringatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal adanya potensi tindak kredit fiktif yang pernah terjadi di Bank Perekonomian Rakyat (BPR), Menkeu menegaskan penempatan dana SAL hanya dilakukan di bank-bank Himbara, bukan di BPR.

Ia menuturkan persoalan yang muncul di BPR umumnya disebabkan oleh masalah internal manajemen, seperti pencurian dana atau maladministrasi, bukan semata faktor ekonomi.

“Kalau di BPR memang problemnya selalu manajemennya mencuri, bukan karena ekonomi jelek. Mereka manajemennya mencuri segala macam itu,” tudingnya.

Dari pengalamannya sebagai pimpinan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya menekankan perlunya penindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan penyimpangan dana di perbankan, termasuk kemungkinan tindakan hukum terhadap pejabat daerah yang terlibat. 

“Saya kan dari LPS sebelumnya. Yang saya kejar waktu itu (jika ada penyimpangan di BPR) bupati sampai pemerintah daerah (pemda) untuk masuk penjara kalau bisa, jadi mereka enggak bisa lari lagi,” pungkasnya. (Z-10)

[OTOMOTIFKU]