
KEPALA Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigjen Wahyu Yudhayana merespons kritikan Koalisi Masyarakat Sipil terkait prajurit TNI yang terlibat dalam pengamanan Gedung DPR RI. Menurut Wahyu, keterlibatan TNI tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Dari kami prinsipnya, kami bekerja sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di dalam UU TNI, baik yang lama maupun yang sudah direvisi itu tetap ada 14 tugas TNI, termasuk TNI-AD di dalamnya dalam operasi militer selain perang,” kata Wahyu di Jakarta, Sabtu (20/9).
Wahyu menjelaskan 14 tugas itu termasuk memberikan perbantuan kepada kepolisian dan pemerintah daerah dalam pengamanan obyek vital. Ia mengatakan TNI siap memberikan bantuan ketika ada permintaan dari pemerintah daerah, otoritas sipil, dan kepolisian dalam membantu pengamanan suatu kegiatan atau area tertentu.
“Jadi yang dilaksanakan oleh TNI dan TNI-AD itu sesuai dalam regulasi, sesuai dengan UU, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semuanya atas dasar permintaan, membantu pemerintah daerah. Membantu institusi sipil yang memerlukan perbantuan berkaitan dengan penebalan pengamanan,” katanya.
Wahyu menegaskan TNI tidak mengambil alih peran kepolisian dalam memberikan pengamanan. Ia menegaskan TNI hanya membantu ketika ada permintaan.
“Kita tidak mengambil alih. Tetap sesuai dengan bidang masing-masing, pengamanan internal, bagian-bagian tersebut. Rekan-rekan dari kepolisian tetap pada lokasi tertentu, pada situasi tertentu, pada kondisi tertentu kita diminta membantu, kita bantu. Kita juga memberikan asesmen. Jadi tidak ada yang dilanggar, tidak ada yang dilanggar berkaitan dengan peran kita mendukung keamanan beberapa obyek untuk meyakinkan situasi kondusif,” katanya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengecam pernyataan Menteri Pertahanan Sjafri Sjamsuddin yang menyebut telah melibatkan prajurit TNI dalam pengamanan Gedung DPR RI. Menurut koalisi, langkah tersebut tidak sesuai konstitusi dan bertentangan dengan Undang-Undang TNI.
Direktur Imparsial Ardi Manto menilai pernyataan menhan keliru dan berpotensi menyeret TNI keluar dari mandat utamanya di bidang pertahanan.
“Gedung DPR adalah simbol perwakilan rakyat, bukan simbol kedaulatan negara. Menempatkan TNI di sana justru memberi kesan intimidatif terhadap masyarakat yang hendak menyampaikan kritik,” ujar Ardi melalui keterangannya, Rabu (17/9).
Koalisi menegaskan bahwa pengamanan objek vital dan pengendalian unjuk rasa merupakan kewenangan Polri, bukan TNI. Jika dibiarkan, praktik pelibatan TNI dalam urusan sipil dikhawatirkan merusak profesionalisme militer yang tengah dibangun sejak Reformasi 1998.
“Seharusnya menteri pertahanan fokus memperkuat TNI di bidang pertahanan, bukan memperluas kewenangan ke ranah sipil. Presiden juga perlu mengoreksi langkah ini. Jika tidak, publik bisa menilai Presiden ikut terlibat dalam kekeliruan,” tambah Ardi.
Lebih jauh, Koalisi Masyarakat Sipil mengingatkan masih banyak pekerjaan rumah reformasi TNI yang belum tuntas. Mulai dari reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial, hingga penghapusan budaya kekerasan terhadap warga sipil.
“Alih-alih menyeret TNI mengamankan gedung pemerintahan, lebih baik perhatian diarahkan pada penyelesaian masalah internal tersebut agar TNI benar-benar menjadi tentara profesional,” kata Ardi.
Atas dasar itu, koalisi menyatakan menolak rencana pelibatan TNI dalam pengamanan Gedung DPR, mendesak penghentian seluruh bentuk pelibatan militer dalam urusan keamanan sipil, serta menuntut diprioritaskannya agenda reformasi TNI. (Faj/P-2)
[OTOMOTIFKU]