Dari Soekarno hingga Prabowo, Jejak Panjang Indonesia di Sidang Umum PBB

Dari Soekarno hingga Prabowo, Jejak Panjang Indonesia di Sidang Umum PBB
Ilustrasi–Sidang Umum PBB(AFP/ANGELA WEISS)

Presiden Prabowo Subianto akan menghadiri Sidang Umum PBB ke-80 di New York, Amerika Serikat (AS), Selasa (23/9). 

Dalam forum internasional tersebut, Prabowo akan menjadi presiden kelima Indonesia yang menyampaikan pidato secara langsung. Ia dijadwalkan berbicara pada urutan ketiga sesi Debat Umum setelah Presiden Brasil dan Presiden Amerika Serikat.

Sidang Umum PBB merupakan forum utama bagi 193 negara anggota PBB untuk bermusyawarah, saat setiap negara memiliki hak suara yang sama. Sidang ini digelar setiap tahun sejak pertengahan September di markas besar PBB, New York.

Sesi pembukaan dikenal dengan istilah General Debate, yang memberi kesempatan bagi para kepala negara atau pemerintahan untuk menyampaikan pidato berdurasi sekitar 15–20 menit. 

Untuk tahun ini, Sidang Umum ke-80 dibuka pada 9 September 2025, sementara Debat Umum Tingkat Tinggi berlangsung pada 23 September 2025.

Presiden Indonesia di Sidang Umum PBB

Dari tujuh presiden Indonesia, lima di antaranya pernah berpidato di Sidang Umum PBB, yakni Soekarno, Soeharto, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo.

Soekarno

Presiden pertama Indonesia tampil di Sidang Umum PBB ke-15 pada 30 September 1960 dengan pidato berjudul To Build the World Anew. 

Bung Karno menekankan antiimperialisme, solidaritas antarbangsa, serta memperkenalkan Pancasila sebagai alternatif ideologi dunia.

“Imperialisme, dan perjuangan untuk mempertahankannya, adalah kejahatan besar di dunia kita. Namun, saudara-saudara saya di Asia dan Afrika telah merasakan cambuk imperialisme. Mereka telah menderita. Mereka mengenali bahaya, kelicikan, dan kegigihannya,” kata Bung Karno dalam pidato sepanjang 90 menit itu.

Pidato tersebut bukan sekadar retorika, melainkan simbol perjuangan negara-negara baru merdeka untuk mendapatkan pengakuan sejajar di panggung internasional.

Soeharto

Presiden Soeharto berpidato dua kali, yakni pada Sidang Umum ke-47 PBB (24 September 1992) dan pada 1995. Pada 1992. Soeharto menyampaikan Pesan Jakarta hasil KTT ke-10 Gerakan Non-Blok. Pidatonya mewakili suara 108 negara anggota Gerakan Non-Blok atau sekitar dua pertiga keanggotaan PBB.

Pidato kedua berlangsung pada Oktober 1995, bertepatan dengan peringatan 50 tahun berdirinya PBB.

Megawati Soekarnoputri

Megawati hadir dua kali, yakni pada 2001 dan 2003. Momen 2001 menjadi istimewa karena berlangsung hanya beberapa hari setelah serangan 9/11 di Amerika Serikat.

Pada 2003, Megawati kembali berpidato dengan mengenakan kebaya dan berbicara dalam bahasa Inggris. Ia menekankan perlunya reformasi mendasar di tubuh PBB.

“Kita harus punya keberanian untuk mengkaji ulang dan memberdayakan badan-badan serta metode kerja PBB,” ujarnya.

Selain itu, Megawati menyoroti konflik Timur Tengah yang menurutnya menjadi akar munculnya terorisme global.

“Sebagai Kepala Negara dari negara Muslim terbesar di dunia, saya mengajak semua pemimpin dunia untuk memberikan perhatian yang serius pada masalah ini,” tegasnya.

Susilo Bambang Yudhoyono

SBY aktif menghadiri Sidang Umum PBB sepanjang masa pemerintahannya. Ia tercatat enam kali hadir langsung, pertama kali pada Sidang Umum ke-62 tahun 2007. Saat itu, ia menegaskan kontribusi Indonesia bagi perdamaian global.

Pada 2008, ia mengangkat isu krisis pangan dan energi dunia, yang berdampak besar bagi negara berkembang. Kehadiran beruntun hingga Sidang Umum ke-66 pada 2011 memperkuat peran Indonesia sebagai negara demokrasi besar.

Pidato terakhir SBY disampaikan pada Sidang Umum ke-68, 25 September 2014. Ia menegaskan pentingnya dunia tidak mengaitkan terorisme dengan Islam, serta menyerukan penghentian perang demi menjaga perdamaian global.

Joko Widodo

Berbeda dengan para pendahulunya, Jokowi tidak pernah hadir langsung di Sidang Umum PBB. Pada masa pemerintahannya, Indonesia diwakili Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Jokowi hanya berpidato secara virtual pada 2020 dan 2021 saat pandemi Covid-19.

Gus Dur dan BJ Habibie

Presiden BJ Habibie tidak pernah menghadiri Sidang Umum PBB karena masa pemerintahannya singkat dan situasi politik yang belum stabil.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah hadir di Sidang Umum PBB pada 2000, namun tidak berpidato. Saat itu forum melahirkan Millennium Declaration yang menjadi dasar Millennium Development Goals (MDGs).

Gus Dur kembali ke markas PBB pada 2003 untuk menerima penghargaan Global Tolerance Award dan berpidato, namun bukan dalam kapasitas sebagai presiden. (CNBC/Z-1)

[OTOMOTIFKU]