
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu kontroversi setelah mendesak Jaksa Agung Pam Bondi untuk lebih agresif menyelidiki sejumlah lawan politiknya. Dalam unggahan di media sosial pada Sabtu (20/9), Trump menegaskan, “Kita tidak bisa menunda lebih lama lagi, ini merusak reputasi dan kredibilitas kita.”
Trump menyebut mantan Direktur FBI James Comey, Jaksa Agung New York Letitia James, serta Senator Demokrat Adam Schiff sebagai pihak yang harus segera diperiksa. Schiff dikenal sebagai tokoh kunci dalam sidang pemakzulan pertama Trump.
Tak lama setelah unggahan bernada desakan itu, Trump kembali memuji Bondi dan menyebutnya sebagai “jaksa agung terbaik sepanjang masa”. Ia juga menyiratkan kekecewaannya terhadap jaksa federal Erik Siebert, yang mengundurkan diri sehari sebelumnya. Trump mengklaim dirinya yang memecat Siebert karena gagal menuntut Letitia James dalam kasus dugaan penipuan hipotek.
Letitia James, yang sukses memenangkan gugatan perdata terhadap Trump pada 2023, membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut klaim Trump “tidak berdasar” dan sarat motif balas dendam.
Langkah Trump langsung menuai kritik keras dari Demokrat. Pemimpin Minoritas Senat, Chuck Schumer, menilai tindakan ini berbahaya. “Ini jalan menuju kediktatoran. Departemen Kehakiman seharusnya menegakkan hukum tanpa memandang siapa pun, bukan menjadi alat politik,” ujarnya kepada CNN.
Sejak era 1970-an, Departemen Kehakiman AS dijalankan dengan prinsip independensi dari presiden. Namun, Trump berkali-kali menguji batas norma itu. Pada masa jabatan pertamanya, ia memecat Jaksa Agung Jeff Sessions karena menolak ikut campur dalam penyelidikan campur tangan Rusia di pemilu 2016. William Barr, pengganti Sessions, juga mundur setelah menolak klaim kecurangan pemilu 2020 yang dilontarkan Trump.
Selama kampanye, Trump kerap berjanji akan membalas dendam pada lawan politiknya, termasuk Presiden Joe Biden. Ia juga mencabut izin akses keamanan sejumlah pejabat, memecat jaksa yang terlibat dalam investigasi khusus, serta menekan firma hukum yang pernah menangani kasus melawannya.
Kebijakan agresif ini memperlihatkan bagaimana Trump berusaha memperkuat pengaruh politik dengan menekan aparat penegak hukum. Meski mendapat dukungan dari sebagian pendukungnya, langkah tersebut memicu kekhawatiran serius mengenai masa depan demokrasi dan supremasi hukum di Amerika Serikat. (BBC/Z-2)
[OTOMOTIFKU]