Warga Cianjur Keluhkan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Pendidikan belum Merata

Warga Cianjur Keluhkan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Pendidikan belum Merata
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur, Lepi Ali Firmansyah, melaksanakan reses masa persidangan I tahun sidang 2025-2026.(MI/BENNY BASTIANDY)

INFRASTRUKTUR jalan dan pendidikan masih cukup banyak dikeluhkan masyarakat Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pasalnya, berbagai kendala pada sektor tersebut menghambat aktivitas masyarakat.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur, Lepi Ali Firmansyah, mengatakan keluhan tersebut diaspirasikan masyarakat saat dilaksanakan reses masa persidangan I tahun sidang 2025-2026. Pada agenda itu, legislator Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu menerima masukan dari masyarakat terhadap berbagai sektor.

“Ada beberapa isu utama yang menjadi aspirasi masyarakat saat kegiatan reses,” ujarnya, Senin (22/9).

Lepi yang juga Ketua DPC PKB itu menyebutkan, beberapa isu utama yang diaspirasikan masyarakat antara lain menyangkut percepatan pembangunan infrastruktur jalan. Masyarakat menilai kondisi jalan di Kabupaten Cianjur masih jauh dari harapan.

Berdasarkan data terkini, masih terdapat sekitar 27% ruas jalan dalam kondisi rusak. Kerusakan tersebut tidak hanya menghambat mobilitas warga, tetapi juga memperlambat distribusi hasil pertanian, melemahkan aktivitas ekonomi lokal, serta mengurangi akses masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

“Saya mendorong Pemkab Cianjur agar memprioritaskan kebijakan dan alokasi anggaran yang lebih proporsional supaya percepatan pembangunan dan perbaikan jalan dapat segera diwujudkan secara merata di seluruh wilayah Kabupaten Cianjur,” ujarnya.


Sarana pendidikan

 

Pada sektor lainnya, lanjut Lepi, masyarakat juga berkeinginan ada peningkatan infrastruktur pendidikan. Kondisi sarana pendidikan di Kabupaten Cianjur masih menghadapi tantangan serius.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), tercatat sekitar 950 ruang kelas SD dan SMP kondisinya rusak. Situasi ini berdampak langsung terhadap kenyamanan serta kualitas proses belajar-mengajar, bahkan berpotensi menghambat pemerataan akses pendidikan bagi anak-anak di berbagai kecamatan.

“Saya menegaskan pentingnya langkah konkret melalui pembangunan ruang kelas baru dan rehabilitasi ruang kelas yang rusak. Tentunya dengan dukungan kebijakan serta anggaran yang memadai agar hak dasar masyarakat di bidang pendidikan dapat terpenuhi secara layak dan berkeadilan,” tegasnya.

Aspirasi lain yang mengemuka adalah terkait insentif guru ngaji dan bantuan pondok pesantren. Kebijakan pengurangan penerima insentif hanya 1 orang per desa dan 1 orang per kecamatan sebagaimana diatur pada Peraturan Bupati Nomor 18/2025 dinilai tidak adil.

Kondisi itu tidak mencerminkan jumlah guru ngaji yang sebenarnya banyak berperan di masyarakat.

“Selain itu, aspirasi dari kalangan pesantren meminta agar bantuan sarana pondok pesantren sebesar Rp300 juta segera direalisasikan untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan keagamaan. Saya mendorong agar kebijakan pengurangan penerima insentif guru ngaji ini ditinjau ulang dan bantuan untuk pesantren agar segera direalisasikan,” tutur Lepi.

Sementara terkait kebijakan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) Paruh Waktu dengan skema 10 poin dalam surat pernyataannya, Lepi mendorong agar pemerintah daerah segera mencarikan formulasi yang lebih berkeadilan dan selaras dengan ketentuan perundang-undangan.

“Tujuannya aspirasi tenaga pendidik maupun tenaga teknis dapat terakomodasi tanpa mengorbankan hak-hak dasar mereka,” pungkasnya.

 

[OTOMOTIFKU]