
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah bakal menagih tunggakan pajak dari 200 wajib pajak besar yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dengan potensi penerimaan mencapai Rp60 triliun. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat basis penerimaan negara di tengah perlambatan setoran pajak.
“Kami sudah punya daftar 200 wajib pajak besar yang kasusnya inkrah. Dalam waktu dekat akan kami eksekusi, targetnya Rp50 sampai Rp60 triliun. Mereka tidak akan bisa lari dari kewajiban,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Selasa (23/9).
Untuk mengefektifkan strategi tersebut, Kemenkeu akan menggandeng Polri, Kejaksaan Agung, KPK, dan PPATK guna memperkuat pertukaran data serta pengawasan. Selain itu, upaya optimalisasi penerimaan juga ditopang melalui sejumlah langkah lain, mulai dari pemberian stimulus ekonomi 2025, pembenahan sistem Coretax, hingga pemberantasan rokok ilegal baik secara daring maupun luring.
Langkah-langkah ini diambil untuk mengimbangi kontraksi penerimaan pajak yang hingga Agustus 2025 tercatat turun 5,1 persen menjadi Rp1.135,4 triliun. Penurunan terutama terjadi pada pajak penghasilan (PPh) badan dan pajak pertambahan nilai (PPN) akibat restitusi besar.
Secara detail, PPh badan bruto tumbuh 7,5 persen, namun setelah dikurangi restitusi realisasi neto justru minus 8,7 persen atau Rp194,20 triliun. PPN dan PPnBM juga melambat tipis 0,7 persen secara bruto, tetapi neto terkoreksi 11,5 persen dengan nilai Rp416,49 triliun.
Meski demikian, ada sisi positif dari kenaikan PPh orang pribadi sebesar 39,1 persen menjadi Rp15,91 triliun dan PBB yang tumbuh 35,7 persen mencapai Rp14,17 triliun.
Wamenkeu Anggito Abimanyu menambahkan bahwa perlambatan ini terutama dipicu restitusi, namun dengan strategi penagihan dan optimalisasi pajak yang digulirkan, pemerintah tetap optimistis menjaga kinerja penerimaan hingga akhir tahun.
[OTOMOTIFKU]