
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menempatkan pencegahan di ruang digital sebagai salah satu fokus utama, transformasi digital yang pesat saat ini membawa dua sisi bagi kehidupan masyarakat. Di satu sisi, ruang siber membuka peluang untuk memperluas literasi, komunikasi, dan interaksi sosial. Namun di sisi lain, ruang ini juga sering dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda, ideologi kekerasan, hingga melakukan perekrutan anggota.
Kepala BNPT, Eddy Hartono saat berkunjung ke kantor berita Antara menegaskan bahwa pemanfaatan ruang digital harus dikelola secara bijak agar tidak berubah menjadi sarana penyebaran paham terorisme.
“Kita ketahui bersama bahwa era transformasi digital ini tentunya ruang siber atau digital menjadi penting untuk kita lakukan pembinaaan ataupun dijadikan sarana untuk melakukan upaya-upaya pencegahan di ruang digital. Kita ketahui bersama bahwa ruang digital ini bisa menjadi sarana yang positif, juga menjadi sarana yang negatif,” ujar Eddy melalui keterangannya, Selasa (23/9).
Eddy menjelaskan BNPT membentuk Satgas Kontra yang bertugas memetakan platform, konten, hingga substansi yang berpotensi digunakan untuk menyebarkan paham radikal. Langkah ini diarahkan agar ruang digital tetap menjadi tempat yang sehat dan produktif bagi generasi muda maupun masyarakat luas.
“Sehingga tidak menyebar bisa mempengaruhi bagi generasi muda sekarang maupun masyarakat. Tentunya semua elemen masyarakat kami berharap untuk berpartisipasi aktif,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Eddy menekankan bahwa penguatan kontra radikalisasi merupakan bagian dari agenda prioritas nasional sebagaimana tercantum dalam RPJMN. Hal ini mencakup langkah-langkah strategis untuk menandingi ideologi, narasi, dan propaganda yang kerap menyebar di ruang siber maupun di ruang konvensional.
“Di dalam RPJMN bahwa ini merupakan interpretasi dari Asta Cita Presiden dimana BNPT mempunyai 4 kegiatan prioritas nasional, salah satunya adalah memperkuat kegiatan kontra radikalisasi. Kontra radikalisasi itu adalah melakukan kontra ideologi, kontra narasi dan kontra propaganda, ini dilakukan di dalam ruang siber atau digital maupun di ruang konvensional,” jelas Eddy.
Senada dengan kepala BNPT, Direktur Pemberitaan ANTARA, Irfan Junaidi, juga menekankan bahwa tantangan ruang siber bukan hanya dihadapi oleh aparat pemerintah, tetapi juga menjadi pekerjaan rumah bersama antara media, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan.
“Ya memang perkembangan teknologi media terutama media sosial itu dua sisi mata pedang, satu sisi bisa memberikan manfaat yang luas, mengakselerasi informasi yang cepat dalam waktu singkat bisa menjangkau masyarakat luas, tetapi di sisi lain juga bisa berpotensi untuk disalahgunakan,” ungkapnya. (E-3)
[OTOMOTIFKU]