
KEMENTERIAN Kehutanan (Kemenhut) bersama Sustainable Coffee Platform of Indonesia (Scopi) meluncurkan kurikulum pelatihan penerapan teknik agroforestri berbasis kopi.
Kurikulum yang ditetapkan melalui SK Kepala Pusat Diklat SDM Kemenhut No 143/2025 itu untuk meningkatkan ketahanan tanaman kopi pada perubahan iklim sehingga diperlukan pengelolaan tanaman kopi dengan teknik agroforestri.
Kurikulum yang diinisasi Scopi melalui program kerja sama dengan International Islamic Trade Finance Corporation (ITFC) yakni Coffee Master Trainers Upgrading (MUG): Indonesia Coffee Export Development itu juga untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi master trainer (MT). Dengan begitu bisa mendorong praktik budidaya kopi berkelanjutan oleh petani di dua wilayah intervensi yakni Aceh dan Sumatra Utara.
Kepala Pusat Diklat SDM Kemenhut Kusdamayanti menyampaikan penyusunan kurikulum melibatkan banyak pihak sehingga menghasilkan program pelatihan yang baik serta dapat menjawab kebutuhan nyata di lapangan.
Kurikulum pelatihan disusun dengan kaidah-kaidah penyusunan kurikulum pelatihan berbasis kompetensi untuk meningkatkan ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja peserta pelatihan.
“Selain metode pelatihan secara klasikal, pada kurikulum ini tersedia metode pelatihan yang memungkinkan penggunaan teknologi komunikasi dan internet kekinian dalam penyelenggaraan pelatihan, seperti penggunaan learning management system Kemenhut, video tele conference dan bentuk pembelajaran jarak jauh lainnya,” jelas Kusdamayanti, di Jakarta.
Salah satu Grand Master Trainer (GMT) Scopi sekaligus tim penyusun kurikulum Arief Wicaksono menjelaskan agroforestri pada budidaya kopi merupakan sistem yang menjanjikan untuk menciptakan pertanian yang berkelanjutan, menguntungkan, dan ramah lingkungan.
”Manfaat sistem ini bisa dirasakan secara ekologis dan ekonomis. Secara ekologis, agroforestri berbasis kopi berperan dalam konservasi tanah dan air, pelestarian keanekaragaman hayati, penambahan unsur hara, peningkatan cadangan karbon, serta pengendalian hama dan penyakit,” kata dia.
Adapun secara ekonomi, kata Arief, sistem ini memberikan nilai tambah lebih tinggi daripada kebun kopi monokultur termasuk dalam peningkatan produksi mutu dan cita rasa kopi yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan petani.
GMT Scopi sekaligus tim penyusun kurikulum Bambang Haryanto mengatakan kurikulum pelatihan penerapan teknik agroforestri berbasis kopi ini diharapkan bisa dimanfaatkan lembaga pelatihan untuk mengembangkan kapasitas petani, pendamping petani, penyuluh pertanian dan kehutanan untuk membina masyarakat. Dengan begitu, profitabilitas kopi meningkat baik produksi maupun kualitasnya serta pendapatan petani ikut meningkat.
“Kurikulum ini sebagai langkah strategis memperkuat kapasitas pendamping budidaya kopi, khususnya dalam konteks agroforestri dan perhutanan sosial,” katanya.
Tercatat, hingga 2025 terdapat 354 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang mengembangkan budidaya kopi di wilayah kelola Perhutanan Sosial atau sekitar 10,64% dari total 3.326 KUPS di Indonesia. “Kurikulum ini diharapkan bisa jadi acuan pelatihan yang komprehensif dan aplikatif dalam mewujudkan sistem pertanian lebih inklusif dan berkelanjutan,” kata Bambang.
Selain itu, ucap dia, Scopi akan melengkapi kurikulum dengan membuat modul Agroforestri Berbasis Kopi sebagai bahan pembelajaran yang dirancang bersama para ahli yang memiliki pengetahuan dan pengalaman langsung dalam penerapan agroforestri dan budidaya kopi.
“Kami akan mengundang anggota dan mitra strategis Scopi untuk menyusun modul. Modul ini akan jadi alat penting pembelajaran dalam konteks formal dan informal yang memungkinkan penyuluh lapangan dan petani kopi di Perhutanan Sosial belajar mandiri dan terstruktur,” tutupnya. (H-2)
[OTOMOTIFKU]