
MENTERI Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir menegaskan pentingnya menjadikan musyawarah dan mufakat sebagai pijakan utama dalam membangun ekosistem olahraga nasional, khususnya dalam menyikapi persoalan dualisme di tubuh cabang olahraga (cabor).
Erick mengingatkan bahwa undang-undang memang harus menjadi landasan, tetapi tidak boleh dijadikan alat untuk menekan pihak tertentu.
“Landasannya harus ada, undang-undang harus ada, tapi bukan berarti undang-undang digunakan untuk menggebuk. Musyawarah dan mufakat itu yang harus didahulukan. Baru landasan hukumnya,” kata Erick dalam konferensi pers di Gedung Kemenpora, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9).
Ia menambahkan, evaluasi menyeluruh harus dilakukan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto mengenai transformasi total olahraga. Erick menekankan perlunya semua pihak mengesampingkan ego sektoral demi kepentingan bersama.
“Penting untuk menyelaraskan, meninggalkan kepentingan, dan mengedepankan atlet serta prestasi sebagai supporting system,” ujarnya.
Mengenai dualisme kepengurusan, Erick menegaskan Kemenpora tidak berperan sebagai pihak yang menghakimi, melainkan memastikan Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan pengurus cabor membuka ruang dialog untuk tujuan bersama.
“Saya sudah bertemu Ketua KOI, dan akan bertemu KONI. Mereka harus membuka pintu dengan tujuan yang sama. Jangan korbankan atlet, jangan korbankan prestasi,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, sejumlah cabang olahraga seperti tenis meja, tinju, dan berkuda masih dilanda dualisme kepengurusan. Karena itu, ia berharap penyelesaian masalah dilakukan dengan solusi yang berorientasi pada kepentingan atlet.
“Kita lakukan dengan solusi dengan kepentingan sama, atlet dan prestasinya. As simple as that. Kan tolak ukurnya olahraga itukan,” pungkasnya. (I-3)
[OTOMOTIFKU]