
GELOMBANG pengakuan negara-negara Barat terhadap Palestina pekan ini memicu respons keras di Israel. Sejumlah menteri dalam pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyerukan aneksasi permanen Tepi Barat sebagai jawaban atas langkah internasional tersebut.
Namun, opsi itu berisiko menghancurkan upaya bertahun-tahun normalisasi hubungan Israel dengan dunia Arab melalui Perjanjian Abraham, yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu pencapaian utama kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump.
Netanyahu berjanji akan memberikan respons tegas terkait semakin luasnya pengakuan atas Palestina.
Menurut analis, pilihannya berkisar dari aneksasi, menekan ekonomi Palestina, hingga membatasi hubungan diplomatik dengan Prancis, negara yang memimpin inisiatif pengakuan Palestina.
Netanyahu mengatakan pada Minggu (21/9) bahwa ia akan mengumumkan tanggapannya setelah kembali dari Sidang Umum PBB di New York. “Siap,” ujarnya singkat.
Hubungan Arab-Israel
Perjanjian Abraham membuka jalan bagi hubungan diplomatik Israel dengan beberapa negara Arab setelah Israel setuju membatalkan rencana aneksasi sebagian Tepi Barat.
Kini, langkah aneksasi kembali disebut dapat mengancam kesepakatan itu, sekaligus melemahkan posisi AS yang mendorong perluasan perjanjian.
“Jika sesuatu terjadi pada perjanjian tersebut (kegagalan atau krisis atau keruntuhan) saya pikir Trump akan sangat khawatir,” kata Michael Milshtein, mantan perwira senior intelijen Israel dan pakar urusan Palestina di Universitas Tel Aviv.
UEA, salah satu negara kunci dalam perjanjian, disebut telah memperingatkan bahwa aneksasi akan menimbulkan krisis diplomatik.
“UEA menegaskan dengan sangat jelas bahwa setiap langkah terkait aneksasi akan menyebabkan krisis antara dunia Arab dan Israel, dan terutama merupakan risiko bagi Perjanjian Abraham,” tambah Milshtein.
Tekanan Politik di Dalam Negeri
Di dalam negeri, tekanan terhadap Netanyahu datang dari menteri-menteri sayap kanan dan anggota Partai Likud.
“Kedaulatan bukan hanya respons Zionis yang paling tepat, tetapi ini juga tanah kami, tanah leluhur kami. Kita harus mendeklarasikan hari ini, kedaulatan penuh sekarang! Dan jangan puas dengan yang kurang,” tulis Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi di platform X.
Netanyahu sendiri pernah menggunakan isu aneksasi sebagai janji kampanye dalam pemilu 2019, termasuk mencaplok Lembah Yordan.
Pemerintahannya juga terus memperluas pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat, meski menuai kritik internasional.
“Dia perlu terus menenangkan basis pendukungnya, dan membicarakan aneksasi adalah cara untuk melakukannya. Sekarang, dia harus melanjutkan ancamannya atau dianggap sebagai seseorang yang tidak melaksanakannya,” kata Josh Krasna, mantan diplomat Israel dan akademisi Universitas New York.
Isolasi Internasional Meningkat
Perang di Gaza yang memasuki tahun kedua menambah tekanan terhadap Israel. Konflik yang berawal dari serangan Hamas pada 2023 menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel, namun juga menelan lebih dari 65.000 korban jiwa di pihak Palestina, menurut otoritas kesehatan setempat.
Dalam kondisi tersebut, semakin banyak negara Barat bergerak mengakui Palestina. Australia, Kanada, dan Inggris pada Minggu lalu resmi bergabung dengan inisiatif yang dipimpin Arab Saudi dan Prancis.
Kondisi ini membuat Israel semakin terisolasi di kancah internasional. Jika Netanyahu memutuskan langkah aneksasi, konsekuensinya tidak hanya pada hubungan dengan Palestina tetapi juga pada masa depan diplomasi Israel di kawasan dan hubungannya dengan sekutu utama, Amerika Serikat. (The Wall Street Journal/I-2)
[OTOMOTIFKU]