
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Arifah Fauzi menyampaikan keprihatinan dan mengecam dugaan tindak kejahatan eksploitasi seksual terhadap anak perempuan berumur 10 tahun di Samarinda. Pelaku merupakan ibu kandung korban yang membiarkan ayah tirinya memperkosanya, dan menjualnya kepada pria hidung belang.
Arifah mengatakan, kasus ini merupakan pelanggaran berat hak anak dan bentuk eksploitasi seksual yang tidak dapat ditoleransi.
“Jerat kemiskinan kembali menyebabkan orang tua melacurkan anaknya. Kami sangat menyesalkan kejadian ini dan mengecam tindakan eksploitasi seksual terhadap anak yang diduga dilakukan oleh orang dewasa terlebih orang tua kandung anak korban. Anak korban telah memikul beban yang begitu besar dan menjadi pihak yang paling dirugikan,” kata Menteri Arifah dalam keterangannya, Selasa (23/9).
KemenPPPA melalui tim layanan SAPA telah bergerak cepat berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk menjangkau korban. Diperoleh informasi bahwa korban telah menjadi korban kekerasan seksual kurang lebih sejak tiga tiga tahun lalu yang dilakukan oleh pelaku tiga orang laki-laki dewasa, yaitu ayah tiri korban, laki-laki paruh baya, dan seorang kakek.
Selain itu, terdapat peran dari ibu kandung korban yang membiarkan bahkan mengeksploitasi korban untuk kepentingan ekonomi dan seksual secara berulang kali.
“UPTD PPA Provinsi Kaltim dan Tim Reaksi Cepat (TRC) Kaltim telah mendampingi korban untuk membuat pelaporan kepolisian pada Jumat (19/9) yang langsung ditindaklanjuti dengan dibuatkannya laporan kepolisian (LP) di Polresta Samarinda dengan dugaan persetubuhan terhadap anak. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan awal (BAP) terhadap korban. Semua proses ini tentu dalam pendampingan dan pengawasan UPTD PPA Prov. Kaltim dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban,” ujarnya.
Arifah menambahkan keselamatan dan perlindungan bagi anak korban menjadi prioritas. Saat ini, korban telah berada di lokasi yang lebih aman dengan pendampingan penuh, termasuk layanan pendampingan psikologis dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Samarinda.
“Pada 22 September 2025, korban direncanakan akan melakukan pemeriksaan visum kemudian akan mendapatkan pendampingan psikologis. Kemen PPPA akan memastikan pendampingan, pemulihan, dan pemenuhan hak–hak korban dapat terpenuhi dan memeroleh layanan sesuai kebutuhan,” ucapnya.
“Berdasarkan informasi terakhir, ibu kandung dan ayah tiri korban telah diamankan oleh pihak kepolisian, sementara dua terduga pelaku lainnya masih dalam tahap penyelidikan,” sambungnya.
KemenPPPA bersinergi dengan pemerintah daerah melalui UPTD PPA akan terus mengawal proses hukum dan mendukung kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini sesuai peraturan perundang-undangan untuk memastikan keadilan bagi korban.
“KemenPPPA mengapresiasi partisipasi masyarakat yang telah memberikan pengawasan, deteksi dini, dan pendampingan kepada korban TPKS hingga kasus ini dapat terungkap. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran lingkungan sekitar dalam melindungi anak. Oleh karena itu, pengawasan dan perlindungan terhadap anak dari seluruh unsur lingkungan terdekat harus terus ditingkatkan,” pungkasnya. (H-2)
[OTOMOTIFKU]