
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan APBN 2026 dengan belanja negara mencapai Rp3.842,72 triliun dan pendapatan negara ditargetkan Rp3.153,58 triliun.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai postur APBN itu menyiratkan keinginan kuat pemerintah untuk menjalankan program prioritas meskipun penerimaan negara masih lemah, tak jauh berbeda dengan tahun ini. Pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah 5,4% pada tahun depan dinilainya masih sangat ambisius.
“Perekonomian belum tampak membaik di tahun depan. Tahun ini saja daya beli masih sangat terbatas walaupun klaim pemerintah sudah membaik dengan klaim pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 mencapai 5,12%. Tapi indikator lainnya mengatakan hal yang sebaliknya,” katanya, Selasa (23/9).
Besarnya ambisi pemerintah tetap menjalankan program-program prioritas terlihat dari naiknya anggaran Program Makan Bergizi Gratis pada APBN 2026, naik hingga lebih dari 350% dari Rp71 triliun pada 2025 menjadi Rp335 triliun di tahun depan.
Dari sisi penerimaan negara, pemerintah menargetkan ada pertumbuhan hingga 10%. Padahal pada outlook 2025, penerimaan negara hanya tumbuh sebesar 0,5%.
“Kenaikan target ini bisa menimbulkan strategi ‘berburu di kebun binatang’, lagi-lagi negara hanya menjangkau penerimaan negara dari orang yang taat menyetorkan uang,” katanya.
Dari penerimaan pajak, pemerintah telah mematok pertumbuhan 12,8% pada 2026. Menurut Huda, pertumbuhan pajak itu lebih tinggi dari pertumbuhan natural.
Jika mengacu pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang dirancang di APBN 2026, pertumbuhan natural perpajakan di angka 7,9%.
“Jadi ada usaha lebih sebesar 4,9%. Ada kekhawatiran, usaha lebih ini akan diambil dari penaikan tarif PPN menjadi 12% ke semua barang,” ujarnya.
Melihat pertumbuhan penerimaan pajak natural menjadi Rp2.576 triliun, sementara belanja mencapai Rp3.786,5 triliun, defisit anggaran bisa mencapai Rp1.200 triliun, lebih dari 5%.
“Jika tidak ada efisiensi belanja pemerintah, ada ancaman pemerintah melanggar UU Keuangan Negara. Maka itu, pemerintah wajib mempertimbangkan efisiensi, termasuk ke program MBG,” pungkasnya. (Ifa/E-1)
[OTOMOTIFKU]