Ini Catatan Federasi Serikat Guru Indonesia Soal Pelaksanaan MBG

Ini Catatan Federasi Serikat Guru Indonesia Soal Pelaksanaan MBG
Ilustrasi(ANTARA/NOVRIAN ARBI )

PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo sesuai dengan Visi-Misinya sebagai Presiden RI. Namun, program ini tidak disertai perencanaan  yang jelas dan terukur,  sehingga dalam pelaksanaannya menimbulkan banyak masalah, mulai dari tragedi keracunan hampir 6000 peserta didik, makanan berbelatung/kecoa, makanan ukuran minim dan tak layak gizi, sampai potensi korupsi dan dugaan konflik kepentingan Sebagian anggota DPR/DPRD. 

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat wilayah dengan MBG bermasalah  terjadi  di 14 provinsi dengan beragam persoalan. Data tersebut  berasal dari jaringan FSGI di berbagai daerah yang daerahnya meliputi Pangkal Pinang (Bangka Belitung); Garut, Cianjur, Bandung Barat (Jawa Barat);  Sukoharjo, Solo, Sragen (Jawa Tengah), Lamongan, Madura, Ngawi (Jawa Timur);  Sleman, Gunung Kidul (D.I Jogjakarta); DKI Jakarta, Lebong (Bengkulu); Kota Batam (Kepulauan Riau); Polewali Mandar (Sulawesi Barat), Kabupaten Banggai (Kepulauan Sulawesi Tengah); Bau Bau (Sulawesi Tenggara);  Kabupaten Bireuen (D.I. Aceh);  Kupang dan Sumba (NTT), Sumbawa (NTB); Kabupaten Nunukan (Kalimantan Utara). 

“FSGI mengumpulkan informasi pelaksanaan MBG di berbagai daeerah di Indonesia, mulai dari makanan sudah basi, orangtua diminta membawakan anaknya makanan sesuai instruksi sekolah, makanan ada belatung/kecoa, makanan basi, buah jeruk busuk,  buah semangka setipis tisu, sampai makanan mubazir hingga ratusan porsi setiap harinya di satuan Pendidikan,” ungkap Ketua Umum FSGI, Fahmi Hatib, dilansir dari keterangan resmi, Selasa (23/9). 

Lebih lanjut, menurutnya, bahkan ada kebijakan yang memberikan resiko pada sekolah dan guru, baik resiko Kesehatan maupun ekonomi, misalnya Guru di Sleman di minta cicipin MBG sebelum diberikan ke siswa demi cegah keracunan pada anak, namun beresiko pada gurunya. Atau sekolah diminta Ganti rugi ketika wadah stainless makan rusak/penyok dan hilang maka sekolah wajib mengganti Rp 80 ribu meski harga jual di platform daring hanya Rp 40 ribu (kasus Ngawi, Jawa Timur). 

Kepala SDN 017 Napo Kecamatan Limboro menolak menandatangi nota kesepahaman MBG karena meragukan mekanisme distribusi, kualitas gizi, hingga siapa yang tanggungjawab jika terjadi keracunan massal dan tidak boleh membuka ke public jika terjadi masalah. Keputusan kepsek bahkan di dukung Sebagian besar ortu siswa. 

Untuk beberapa kota besar, termasuk Jakarta belum ada kasus keracunan, namun ditemukan makanan yang mubazir setiap harinya karena ada ratusan anak yang setiap harinya tidak mau mengkonsumsi MBG. Kalau pun di konsumsi hanya diambil buahnya saja  atau lauknya saja.  Sehingga banyak guru mengaku setiap hari mengkonsumsi MBG bahkan juga  harus memisahkan nasi, ayam/telur, sayur, dll agar memudahkan dibawa pulang bagi yang mau sehingga  tidak mubazir. Karena makanan yang mubazir tersebut akan berdampak pada kerugian negara. 

Peserta didik yang menjadi korban MBG ada di semua jenjang Pendidikan, mulai dari PAUD sampai SMA/SMK.  Salah satu kasus di TK terjadi  di Lebong Bengkulu dan di Pangkal Pinang. Untuk Pangkal Pinang dapat dicegah karena guru melarang dibagikan karena menu ayamnya berbau tidak sedap  seperti basi, sehingga para guru memutuskan untuk tidak diberikan pada anak-anak, akibatnya anak-anak menahan lapar karena hanya bisa minum susu dan air mineral, karena pihak sekolah sebelumnya melarang anak membawa bekal, mengingat ada jatah MBG. 

Kasus di Kabupaten Garut  Adalah kasus keracunan massal dengan jumlah korban tertinggi di banding kasus-kasus sebelumnya di daerah lain, yaitu mencapai 657 korban yang terdiri dari pelajar SMP, SMA dan Madrasah Aliyah (MA). Kalau jumlah korban menurut rilis pemerintah Adalah 5.360 korban, maka korban di Garut mencapai 12% dari total korban, ini tragedi. 

Kasus temuan belatung dan makanan basi terjadi di SDIT dan SMPIT Azkiya Kabupaten Bireuen (Aceh)  sehingga anak-anak yang menyantap mengalami sakit perut.  Sedangkan temuan kecoa yang akhirnya diidentifikasi sebagai jangkrik terjadi di salah satu SMAN di Kota Batam. 

Besarnya anggaran MBG yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN) ternyata belum terserap optimal, dimana  sampai dengan September 2025 anggaran MBG yang terserap baru 15,7 Triliyun dari pagu anggaran yang mencapai 71 Triliyun atau sekitar 22%. Bahkan anggaran 6 Triliyun untuk membangun 1.542 SPPG belum terserap sama sekali.

Menteri Keuangan Yudhi Purbaya Sadewa mengancam akan mengambil alih anggaran yang tidak terserap tersebut. Jika sampai dengan Oktober 2025 hitungan penyerapan anggaran MBG masih rendah maka akan dialihkan dan disebarkan ke tempat lain atau untuk membayar hutang dan mengurangi defisit APBN. Sehubungan dengan  pernyataan Menkeu tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong agar anggaran MBG yang tidak terserap tersebut dialihkan ke pendidikan. 

Misialnya untuk peningkatan kualitas guru melalui berbagai pelatihan. Pada tahun 2025 ini, pelatihan Pembelajaran Mendalam untuk Kepala Sekolah Sasaran dan Guru Sasaran sepenuhnya ditanggung oleh sekolah masing-masing. Baik melalui BOS Kinerja maupun BOS Reguler dengan jumlah siswa lebih dari 400. Bagi sekolah tertentu, anggaran sebesar 2 juta – 4 juta per orang dirasa memberatkan.

Selain itu, pada tahun 2025 ini,  biaya-biaya koordinasi kegiatan antara Kementerian dengan sekolah juga tidak dibiayai sepenuhnya oleh Kementerian lagi. Sekolah diminta untuk melakukan sharing pembiayaan. Padahal tidak mudah bagi sekolah untuk mengeluarkan pembiayaan tertentu melalui BOS yang RKAS-nya sudah disiapkan jauh-jauh hari. Apalagi kegiatan koordinasi dengan Kementerian tidak berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di kelas maka rawan disalahgunakan.

Untuk itu, FSGI mendesak Pemerintah untuk mengevaluasi total program MBG dengan melibatkan sekolah, pendidik, peserta didik dan orangtua peserta didik agar mendapatkan masukan berdasarkan kondisi lapangan yang dihadapi sejak program ini berjalan. Mengingat mereka adalah pihak yang terdampak langsung pada program MBG. 

“FSGI mendesak selama evaluasi dilakukan maka pemerintah menghentikan sementara program MBG termasuk memetakan Kembali daerah mana saja yang sebenarnya lebih membutuhkan MBG agar tidak mubazir,” kata dia. 

FSGI juga mendorong pemerintah membuka diri kepada public  untuk memberikan masukan atas pelaksanaan program MBG dengan beragam permasalahan, karena setiap daerah dan setiap sekolah berbeda kondisinya. 

FSGI mengusulkan kepada Menteri Keuangan, agar anggaran MBG yang tidak terserap tahun 2025 dapat dialihkan untuk anggaran pendidikan khususnya untuk guru.  Anggaran yang dialihkan ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru khususnya tunjangan bagi guru honorer dan tunjangan profesi guru bagi guru-guru yang sudah memperoleh sertifikat pendidik.  

“Anggaran ini juga bisa digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan-pelatihan. Tidak hanya untuk pelatihan pembelajaran mendalam tetapi juga untuk pelatihan-pelatihan bagi guru mata pelajaran yang jumlahnya,” pungkasnya. (H-2)

[OTOMOTIFKU]