Kolaborasi Lintas Iman Jadi Fondasi Kemanusiaan di Ajang Indonesia Humanitarian Dialogue

Kolaborasi Lintas Iman Jadi Fondasi Kemanusiaan di Ajang Indonesia Humanitarian Dialogue
Ilustrasi(Dok Ist)

HUMANITARIAN Forum Indonesia (HFI) menggelar Indonesia Humanitarian Dialogue untuk memperkuat peran lintas iman dalam kerja kemanusiaan di Indonesia.

Ratusan peserta turut hadir pada dialog tersebut. Mereka datang dari kalangan pemerintah, lembaga internasional, negara sahabat, komunitas agama, dan akademisi. Pertemuan ini sekaligus menegaskan bahwa kerja kemanusiaan membutuhkan jembatan kolaborasi dari berbagai pihak.

Ketua Dewan Pengurus HFI Muhammad Ali Yusuf menekankan kebersamaan lintas iman menjadi pilar pada forum tersebut.

“Kerja bersama bukan sekadar aktivitas, tetapi alasan HFI tetap hadir hingga hari ini. Kekuatan lintas iman menjaga langkah kemanusiaan tetap berlangsung.” ujarnya, di Jakarta, Rabu (24/9). 

Selain itu, ia menegaskan keberagaman justru menjadi kekuatan yang menyatukan dalam aksi nyata.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno menyatakan langkah HFI sejalan dengan agenda pemerintah.

Ia menegaskan pemerintah membutuhkan mitra yang konsisten untuk menghadapi persoalan kemanusiaan.

“Kerja kemanusiaan yang dijalankan HFI sejalan dengan prioritas Kemenko PMK. Kita perlu bergerak bersama menghadapi tantangan, mulai dari perubahan iklim hingga bencana sosial,” katanya.

Dengan demikian, ia mendorong sinergi yang lebih erat antara pemerintah dan organisasi kemanusiaan.

Di sisi lain, Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan agama harus memberi arah bagi setiap kerja kemanusiaan.

“Agama harus menjadi direction kita. Jika agama memandu, kerja kemanusiaan akan melahirkan kebaikan. Apa yang dilakukan HFI sangat tepat,” ungkapnya.

Pandangan ini, lanjut dia, mempertegas bahwa nilai-nilai agama dapat menjadi fondasi moral yang kokoh bagi aksi kemanusiaan.

Sementara itu, Presiden Human Initiative Tomy Hendrajati yang hadir sebagai narasumber menambahkan pandangan tentang kekuatan kolaborasi. “Kami meyakini bekerja secara kolaborasi dapat menyelesaikan banyak hal dan berbagai masalah. Dengan membawa kekuatan bersama, hal-hal kecil pun bisa kita lakukan bersama-sama untuk memperkuat peran masyarakat,” jelasnya.

Ini sekaligus menegaskan bahwa kerja kolektif mampu menghasilkan dampak yang lebih besar.

“Pada akhirnya, Indonesia Humanitarian Dialogue 2025 menjadi semangat untuk memperkuat kerja bersama berbasis bukti, menghadirkan solusi atas isu kemanusiaan yang terus berkembang, dan meneguhkan solidaritas lintas iman sebagai fondasi kemanusiaan Indonesia,” pungkas Tomy.

Selain menghadirkan gagasan, forum ini juga mencatat capaian penting melalui penandatanganan Policy Brief Rumah Ibadah Tangguh Bencana. Inisiatif itu menempatkan rumah ibadah sebagai simpul ketangguhan masyarakat di tingkat akar rumput.

Kemudian, peserta forum turut menyusun rekomendasi konkret agar lembaga berbasis agama semakin terhubung dengan sistem tanggap bencana nasional.

Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK Lilik Kurniawan menjelaskan kriteria Rumah Ibadah Tangguh Bencana antara lain memiliki bangunan yang kuat, pengurus memiliki pengetahuan tentang manajemen bencana, dan memiliki kepedulian melalui edukasi penanggulangan bencana kepada masyarakat.

“Kami targetkan Rumah Ibadah Tangguh Bencana ini sebanyak-banyaknya terutama di daerah yang rawan bencana. Kami berharap jemaah rumah ibadah nantinya jadi pelaku kegiatan kemanusiaan yang bisa membantu korban bencana alam,” terang Lilik. (H-2)

[OTOMOTIFKU]