Kurs Rupiah Hari Ini, Kamis 25 September Terus Melemah Dekati Rp17.000 per Dolar AS

Kurs Rupiah Hari Ini, Kamis 25 September: Terus Melemah Dekati Rp17.000 per Dolar AS
Ilustrasi(Antara)

Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi memperkirakan pelemahan rupiah masih akan berlanjut. Pada perdagangan Kamis, 25 September 2025, nilai tukar rupiah melemah 74 poin ke level Rp16.758 per dolar AS. Jika tren ini berlanjut hingga menembus Rp16.800 per dolar AS, Ibrahim menilai ada kemungkinan rupiah terperosok lebih dalam.

Pelemahan rupiah hingga Rp17.000 per dolar AS sangat mungkin terjadi,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (25/9).

Menurut Ibrahim, pelemahan kurs rupiah hari ini didorong oleh faktor eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa lalu, menyampaikan pernyataan lebih agresif terhadap Rusia. Ia memperingatkan negara-negara Eropa agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia, serta membuka kemungkinan sanksi baru yang menargetkan aliran energi.

“Meski belum ada kebijakan konkret, retorika ini meningkatkan risiko geopolitik di pasar global,” imbuh Ibrahim.

Situasi semakin memanas karena Ukraina, dengan dukungan NATO dan Amerika Serikat, meningkatkan serangan drone terhadap infrastruktur energi Rusia dalam beberapa minggu terakhir. Target serangan tersebut meliputi kilang minyak dan terminal ekspor, dengan tujuan mengurangi pendapatan ekspor Moskow. Ketegangan ini membuat indeks dolar AS menguat signifikan hingga mendekati level 97,85, sehingga memberi tekanan tambahan pada rupiah.

Dari sisi internal, lanjut Ibrahim, perdebatan mengenai kebijakan tax amnesty juga memengaruhi pasar. Pada era pemerintahan Presiden Jokowi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani, tax amnesty dilaksanakan sebanyak dua kali dan mendapat sambutan positif dari pasar. Kebijakan ini terbukti mampu menarik dana masuk kembali ke pasar modal Indonesia dan memperkuat rupiah. Namun, di pemerintahan saat ini, rencana tax amnesty ditolak Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, dengan alasan dikhawatirkan menjadi ajang kongkalikong pengusaha. Keputusan tersebut justru mendapat respons negatif dari pasar.

“Ini karena dianggap menghilangkan peluang untuk memperkuat basis penerimaan negara sekaligus menambah kepercayaan investor,” kata Ibrahim.

Dihubungi terpisah, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menilai, salah satu penyebab pelemahan rupiah ialah penyempitan selisih suku bunga setelah Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%.

“Ini membuat posisi rupiah kurang menarik dibandingkan dolar AS, apalagi jika indeks dolar terus menguat,” ungkapnya.

Selain itu, penyebab lainnya karena pelemahan harga komoditas seperti batu bara yang selama ini menyumbang 10–20% terhadap neraca transaksi berjalan juga melemahkan ketahanan rupiah.

Dari sisi kebijakan, langkah burden sharing antara Bank Indonesia dan pemerintah dipersepsikan sebagai bentuk monetisasi atau berkurangnya independensi bank sentral. Hal ini menimbulkan kekhawatiran investor terhadap risiko inflasi maupun fiskal yang lebih tinggi.

“Sehingga, berpotensi memicu arus keluar modal dan memperbesar tekanan terhadap rupiah,” pungkasnya. (E-3)

[OTOMOTIFKU]