Dua Pembobol Rekening Dormant Terlibat Pembunuhan Kacab Bank BUMN

Dua Pembobol Rekening Dormant Terlibat Pembunuhan Kacab Bank BUMN
Ilustrasi(Dok.MI)

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa dua tersangka pembobol rekening dormant (pasif) senilai Rp204 miliar, juga terlibat dalam kasus pembunuhan kepala cabang (kacab) bank yang tengah ditangani Polda Metro Jaya.

“Terdapat dua orang tersangka berinisial C alias K (41) serta DH (39) sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant, yang juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap Kacab Bank BRI,” kata Dirtipideksus Brigjen Pol. Helfi Assegaf di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, hari ini.

Dalam kasus pembunuhan Kacab Bank BRI Cabang Cempaka Putih berinisial MIP (37) yang juga terkait dengan rencana pembobolan rekening dormant, keduanya berperan sebagai otak perencana.

C berperan mengatur pertemuan dengan DH, merancang rencana, hingga menyiapkan perangkat IT untuk memindahkan uang dari rekening dormant ke rekening penampung. C pula yang mengklaim punya data rekening-rekening dormant yang siap dipindahkan.

Lalu ada DH yang menghadiri pertemuan, menghubungi tersangka lain untuk mencari tim penculik, menyiapkan orang-orang yang akan membuntuti korban, sekaligus mengatur skenario penculikan

Sementara itu, dalam kasus pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar di kantor cabang Bank BNI di Jawa Barat, tersangka C berperan sebagai aktor utama dalam kegiatan pemindahan dana.

“C mengaku sebagai (anggota) Satgas Perampasan Aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia,” kata Helfi.

Sedangkan DH berperan sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobol bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir.

Helfi melanjutkan, selain C dan DH, penyidik Dittipideksus juga menetapkan tujuh tersangka lainnya dalam kasus pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar.

Pertama, dari kelompok pelaku karyawan, penyidik menetapkan dua tersangka, yaitu AP (50) dan GRH (43).

Tersangka AP, kata Helfi, selaku kepala cabang pembantu bank berperan memberikan akses ke aplikasi core banking system kepada pelaku pembobol bank untuk memindahkan dana secara in absentia atau tanpa kehadiran fisik nasabah.

Sedangkan tersangka GRH selaku consumer relation manager bank, berperan sebagai penghubung antara kelompok jaringan sindikat pembobol bank dan kepala cabang pembantu.

Kedua, dari kelompok pelaku pembobol, penyidik menetapkan lima tersangka yang salah satunya C.

Adapun empat tersangka lainnya, kata Helfi, memiliki peran berbeda-beda. Tersangka DR (44) berperan sebagai konsultan hukum yang melindungi kelompok pelaku pembobolan bank serta aktif dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana secara in absentia.

Lalu, tersangka NAT (36) selaku mantan teller bank berperan melakukan akses ilegal aplikasi core banking system dan melakukan pemindahbukuan secara in absentia ke sejumlah rekening penampungan.

Kemudian, tersangka R (51) berperan sebagai mediator yang bertugas mencari dan mengenalkan kepala cabang kepada pelaku pembobol bank dan menerima aliran dana hasil kejahatan.

Terakhir, tersangka TT (38) berperan sebagai fasilitator keuangan ilegal yang bertugas mengelola uang dan menerima aliran dana hasil kejahatan.

Ketiga, dari kelompok pelaku pencucian uang, penyidik menetapkan dua tersangka, yakni DH dan IS. Adapun tersangka IS (60) berperan sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobolan bank yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.

Pasal yang disangkakan kepada para tersangka, yaitu Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp200 miliar.

Lalu, Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004 perubahan kedua atas perubahan UU Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

Kemudian, Pasal 82 pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer dana dengan ancaman hukuman yaitu 20 tahun penjara dan denda Rp20 miliar.

Terakhir, Pasal 3, 4, 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) dengan ancaman penjara 20 tahun dan denda Rp10 miliar.(Ant/P-1)

[OTOMOTIFKU]