Pengawasan Modern Upaya Cegah Pembobolan Rekening Dorman

Pengawasan Modern Upaya Cegah Pembobolan Rekening Dorman
Bareskrim Polri memperlihatkan barang bukti uang Rp204 miliar dari sindikat pemindahan rekening dorman ke rekening penampungan di salah satu bank pemerintah .(Dok. Divisi Humas Polri)

PAKAR hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mengatakan kasus pembobolan rekening dorman senilai Rp204 miliar di salah satu cabang bank pemerintah di Jawa Barat terjadi karena adanya akses ilegal yang diperoleh dari pihak internal bank, baik pegawai aktif maupun mantan pegawai.

“Kejahatan perbankan seperti ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya bantuan dari orang dalam. Tanpa akses ke data rekening yang tidak aktif, mereka tidak akan bisa tahu saldo besar apa yang ada di dalamnya. Sudah pasti ini adalah persekongkolan, dan pasti ada kerja sama antara pihak internal dan pihak luar bank,” kata Yenti saat dikonfirmasi, Kamis (25/9). 

Ia menjelaskan bahwa pembobolan rekening dorman sangat mungkin melibatkan persekongkolan dengan orang-orang yang memiliki informasi terkait rekening yang tidak aktif namun memiliki saldo besar.

“Dengan total kerugian yang mencapai Rp204 miliar, kejadian ini memunculkan pertanyaan serius mengenai sistem pengawasan internal dan potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam perbankan,” katanya. 

Menurut dia, aksi pembobolan ini menandakan bahwa seseorang atau kelompok telah berhasil mendapatkan akses ke sistem core banking yang sangat dijaga keamanannya. 

Pembobolan itu diduga tidak hanya melibatkan pencurian uang langsung melalui e-banking, tetapi juga mengalihkan dana ke rekening penampungan yang sering digunakan dalam praktek pencucian uang. “Dana yang sudah dipindahkan ke rekening penampungan tersebut kemudian dialihkan lagi ke money changer.”

Dalam praktik yang lebih jauh, Yenti menilai bahwa pihak pengawas bank seharusnya lebih waspada terhadap transaksi mencurigakan yang melibatkan rekening penampungan. Dengan jumlah yang sangat besar, transaksi tersebut seharusnya sudah bisa terdeteksi sejak awal.

“Seharusnya pihak bank dapat mengawasi dan mencurigai adanya transaksi yang tidak biasa, seperti pengiriman dana dalam jumlah besar ke rekening yang tidak terdaftar. Pengawas bank harus lebih teliti dan sensitif terhadap tanda-tanda transaksi yang mencurigakan,” ucapnya.

Yenti menilai kasus tersebut menunjukkan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak internal bank. Menurut dia, informasi rahasia bank terkait rekening dorman bisa terbuka ketika orang dalam bank berkolaborasi dengan pihak luar.

“Jika kita lihat, ini bukanlah kejahatan perbankan yang berasal dari luar negeri seperti scamming atau phishing. Ini sudah lebih dalam, yakni persekongkolan yang memberikan akses kepada pihak yang tidak berhak, seperti username atau kredensial lainnya,” ungkapnya.

Yenti mengingatkan bahwa kasus pembobolan ini harus menjadi pelajaran besar bagi otoritas pengawasan keuangan Indonesia, terutama OJK dan Bank Indonesia dengan memperkuat sistem pengawasan yang kuat dan transparan. 

“Sistem pengawasan perbankan kita sebenarnya sudah cukup baik. Bahkan, jika terjadi masalah, itu bisa cepat ketahuan meskipun dengan sistem manual. Namun, untuk mencegah kerugian besar seperti ini, pengawasan harus lebih intensif dan lebih sulit ditembus.” 

Bahkan, meskipun bank-bank Indonesia menggunakan sistem core banking yang modern, lanjut Yenti, tetap saja celah seperti ini bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Sistem pengawasan harus diperbarui dengan teknologi terbaru. Semua transaksi yang melibatkan rekening besar harus dapat dipantau dengan lebih transparan dan detail,” pungkasnya. (Dev/P-2) 

 

 

[OTOMOTIFKU]