
UNIVERSITAS Airlangga (Unair) melalui Tim Riset Badan Kerja Sama dan Manajemen Pengembangan (BKMP), bekerja sama dengan program Inklusi (Kemitraan Australia–Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif), menggelar diseminasi hasil penelitian bertajuk “Pemberdayaan Perempuan di Sektor Perikanan” di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penelitian ini mengungkap bahwa perempuan nelayan masih menghadapi berbagai hambatan struktural—mulai dari rendahnya pengakuan resmi, minimnya akses terhadap bantuan produktif, hingga ketidakterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Sektor perikanan menjadi penopang utama ekonomi pesisir Indonesia. Selain menjaga ketahanan pangan, sektor ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sekaligus menggerakkan perekonomian daerah.
Sepanjang 2024, kontribusi perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional tercatat 2,59% atau setara Rp555 triliun (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2025).
Di balik itu, perempuan memainkan peran penting, mulai dari mengolah hasil laut, memasarkan produk, hingga mengatur keuangan rumah tangga. Namun, kontribusi mereka masih kerap luput dari perhatian kebijakan maupun pencatatan resmi.
Penelitian dilakukan di empat wilayah pesisir—Kabupaten Pangandaran (Jawa Barat), Muna Barat (Sulawesi Tenggara), Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang (NTT), dan Mempawah (Kalimantan Barat).
Penelitian melibatkan perempuan di sektor perikanan dan didukung mitra organisasi masyarakat sipil, yakni ‘Aisyiyah, BAKTI-UDN, dan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga).
“Ini adalah isu yang umum terjadi di daerah penelitian kami. Meski berperan besar dalam rantai nilai perikanan, mayoritas perempuan nelayan masih tercatat sebagai ‘ibu rumah tangga’ dalam dokumen resmi. Kondisi ini membuat peran mereka tak terlihat dalam data dan kebijakan,” ujar Shochrul Rohmatul Ajija, peneliti BKMP UNAIR.
Potret Perempuan Nelayan: Bekerja, Tapi Tak Diakui
Mayoritas responden di Kecamatan Semau merupakan perempuan usia produktif, rata-rata berusia 45 tahun, dan lebih dari 80% di antaranya sudah menikah.
Sebagian besar menjalankan peran ganda—mengurus rumah tangga sekaligus menopang ekonomi keluarga. Sekitar 8% bahkan menjadi kepala rumah tangga tunggal. Kurang dari separuh responden mendapatkan/menyelesaikan pendidikan menengah atau tinggi.
M Syaikh Rohman, peneliti BKMP UNAIR, mengungkapkan bahwa sebagian besar perempuan terlibat di sektor hilir, seperti pengolahan dan penjualan hasil laut.
Sekitar 51% responden perempuan nelayan Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, menjalankan usaha sendiri, sisanya bekerja pada usaha orang lain atau kombinasi keduanya. Sumber pendapatan tertinggi berasal dari budidaya, diikuti penjualan, sementara aktivitas melaut memiliki risiko tinggi namun imbal hasil terendah.
Meskipun responden perempuan di Kecamatan Semau terlibat aktif secara ekonomi di sektor perikanan, akses terhadap bantuan pemerintah masih terbatas.
Sebanyak 95% responden Kecamatan Semau mengaku menghadapi kendala dalam aktivitas perikanan, dan 87% pernah mengalami kerugian. Namun, hanya sekitar 13% responden yang pernah menerima bantuan perikanan dari pemerintah.
Rangkaian forum diseminasi di sejumlah daerah berhasil menghadirkan ruang dialog yang konstruktif antara peneliti, pemerintah daerah, dan komunitas nelayan.
Temuan penelitian yang dipaparkan mendapat apresiasi peserta, karena dinilai membuka diskusi baru mengenai urgensi data serta pendekatan berbasis bukti dalam perumusan kebijakan pembangunan perikanan, khususnya yang lebih berpihak pada perempuan.
“Kami menyampaikan terima kasih atas pelaksanaan diseminasi laporan akhir ini. Banyak hal positif yang kami dapatkan, sekaligus membuka ide dan aspirasi baru yang sesuai dengan kondisi di lapangan,” ungkap perwakilan Dinas Perikanan Kabupaten Kupang.
“Kami dari pemerintah daerah memberikan apresiasi yang tinggi kepada Universitas Airlangga yang berkolaborasi dengan UDN. Kegiatan ini berhasil menggali potensi sekaligus memperkenalkan kepada dunia bahwa di pulau terpencil seperti Pulau Semau pun terdapat potensi yang luar biasa. Ini merupakan suatu hal yang positif,” ujar perwakilan Dukcapil Kabupaten Kupang.
Yovita, perwakilan perempuan nelayan dari Pulau Semau juga memberikan apresiasi positif terhadap penelitian ini.
“Hasil diseminasi ini benar-benar menggambarkan apa yang terjadi di Pulau Semau. Kami berterima kasih dengan adanya penelitian ini, perempuan di Semau tidak hanya dianggap perempuan yang sibuk mengurus pesta saja, tapi kami juga membantu keluarga di berbagai kegiatan perikanan,” tambah Yovita.
Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian riset pemberdayaan perempuan di sektor perikanan yang dilakukan oleh UNAIR bersama program Inklusi dan mitra CSO.
Inklusi sendiri adalah kemitraan Pemerintah Indonesia dan Australia yang bertujuan memperkuat pembangunan inklusif bagi kelompok rentan, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas.
“Hasil riset ini diharapkan dapat menjembatani realitas kehidupan perempuan nelayan dengan ranah kebijakan. Pembangunan ekonomi biru yang inklusif hanya bisa terwujud jika suara mereka didengar dan diakomodasi sejak tahap perencanaan,” tutup tim peneliti BKMP Universitas Airlangga. (Z-1)
[OTOMOTIFKU]