
KETUA UKK Emergensi dan Terapi Intensif Anak (ETIA) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Yogi Prawira mengatakan tidak disarankan memberi obat penyetop diare pada saat anak keracunan karena akan menghambat pengeluaran racun dari tubuh.
“Karena obat-obatan ini kalau kita berikan, yang terjadi adalah toksin atau bakteri ataupun apa pun yang mengontaminasi makanan-minuman,
itu akan tertahan pengeluarannya dari tubuh, sehingga tidak disarankan,” kata Yogi, dikutip Jumat (26/9).
Ia mengatakan secara prinsip, tubuh memiliki sistem mekanisme pertahanan tubuh sendiri, di mana saat ada kontaminasi asing dari makanan atau minuman yang masuk ke tubuh, maka respons tubuh akan mengeluarkan ‘benda’ asing tersebut melalui mual, muntah, perut terasa nyeri, dan BAB cair.
Jika mengonsumsi obat-obatan anti diare untuk menghentikannya, justru racun, bakteri, dan parasit tidak bisa keluar melalui mekanisme tubuh yang sudah secara alami, sehingga akan terjadi akumulasi racun dalam tubuh yang semakin membahayakan kesehatan.
“Kalaupun akhirnya diputuskan untuk diberikan, itu harus dengan pertimbangan dari dokter. Jadi, jangan mudah kita memberikan obat-obatan
yang antidiare pada anak yang mengalami diare,” katanya.
Selain obat diare, Yogi mengatakan obat-obatan dengan kandungan karbon aktif memang bisa membantu menyerap racun namun tidak bisa diberikan kepada semua kasus keracunan terutama anak.
Ia mengatakan pemberian obat karbon aktif mungkin bisa berefek meredakan racun dalam rentang waktu penyerapan makanan yang telah terkontaminasi kurang dari 1-2 jam, jika lebih dari itu efek obat akan berkurang.
Selain itu, pemberian obat dengan karbon aktif juga tidak bisa sembarangan diberikan pada anak, perlu dilihat dari jenis keracunan yang
dicurigai, berapa lama sudah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi dan yang terpenting tergantung berat badan pasien.
Di samping itu, dalam menangani anak yang keracunan baiknya tetap mempertahankan asupan cairan dan makanan sedikit demi sedikit dengan porsi kecil namun sering untuk mengganti cairan yang hilang saat muntah dan diare.
“Bisa dengan air, oralit, apakah juga kehilangan garam-garaman. Untuk makan, setelah muntah dan diarenya perbaikan bisa tetap diberikan makanan-makanan ringan yang lembut untuk perut yang tidak pedas, tidak merangsang asam lambung, misalnya bubur, pisang, roti,” pungkas Yogi. (Ant/Z-1)
[OTOMOTIFKU]