
Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Ariyo Irhamna menegaskan komitmen investasi senilai Rp380 triliun yang dibawa Presiden Prabowo Subianto dari lawatan ke Jepang perlu segera ditindaklanjuti dengan langkah konkret. Ia mengingatkan angka tersebut masih sebatas komitmen dan belum mengikat secara hukum maupun perbankan. Tanpa tindak lanjut yang jelas, komitmen tersebut berisiko berhenti hanya sebagai janji di atas kertas.
“Agar angka Rp380 triliun tidak berhenti di komitmen, para menteri dan pejabat harus menindaklanjuti komitmen yang dihasilkan dari kunjungan luar negeri presiden,” ujarnya kepada Media Indonesia, Minggu (28/9).
Ariyo mengatakan koordinasi tersebut seharusnya dipimpin oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dengan langkah awal berupa inventarisasi seluruh komitmen dari investor, nilai indikatif, status due diligence, kebutuhan izin, lokasi proyek, serta kementerian atau pemerintah daerah.
Komitmen yang sebagian besar datang dari Expo 2025 Osaka itu juga perlu diklasifikasikan dalam kelompok prioritas dan non-prioritas. Proyek prioritas adalah yang sudah memiliki studi kelayakan, kontrak offtake, atau investor yang siap menuju financial closing. Selanjutnya, perlu ada koordinasi dengan Indonesia Investment Authority (INA), Danantara, bank komersial, dan sumber pembiayaan eksternal untuk menyusun skema pendanaan (gabungan ekuitas dan project finance).
“Untuk proyek strategis, pemerintah juga disarankan menyiapkan insentif fiskal yang jelas dan berbatas waktu (time-bound),” jelas Ariyo.
Terakhir, diperlukan timeline atau linimasa tindak lanjut yang konkret agar komitmen investasi dapat mencapai tahap financial closing dan groundbreaking dalam kurun 2-3 tahun mendatang.
Ariyo menambahkan pada 2024, produk domestik bruto (PDB) nominal Indonesia tercatat sekitar Rp22.139 triliun, sehingga angka Rp380 triliun setara dengan 1,7% dari PDB 2024. Jika dibandingkan dengan realisasi investasi nasional pada tahun yang sama sebesar Rp1.714,2 triliun, nilai Rp380 triliun setara dengan sekitar 22%.
“Artinya, apabila seluruh komitmen itu terealisasi sekaligus, dampaknya akan sangat besar, meski hal tersebut dinilai jarang terjadi,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai komitmen investasi Rp380 triliun dari Osaka Expo memang terlihat besar dan impresif, setara hampir 2% dari PDB Indonesia. Namun, ia mengingatkan sebagian besar komitmen semacam ini biasanya masih berbentuk memorandum of understanding (MoU) atau pernyataan minat, sehingga tidak otomatis langsung terealisasi.
Berdasarkan pengalaman, Rendy mengatakan realisasi investasi di tahun-tahun awal biasanya di bawah 50%, sedangkan sisanya membutuhkan waktu lebih lama.
“Ini karena terkendala perizinan, pembebasan lahan, atau negosiasi lebih lanjut,” imbuhnya.
Dalam skenario realistis, Rendy memperkirakan dari angka investasi Rp380 triliun, sekitar Rp80–160 triliun berpotensi terealisasi dalam 1–3 tahun ke depan. Jumlah tersebut sudah cukup signifikan karena setara hampir seperempat dari realisasi investasi nasional tahun lalu.
Lebih lanjut, Rendy menyoroti beberapa sektor prioritas yang berpotensi menyerap investasi tersebut. Pertama, hilirisasi nikel untuk baterai dan kendaraan listrik yang menjadi program unggulan pemerintah.
Kedua, energi terbarukan yang saat ini tengah diminati investor Jepang maupun global. Ketiga, sektor manufaktur seperti otomotif, elektronik, hingga semikonduktor yang prospeknya menjanjikan. Selain itu, sektor digital, khususnya pusat data, juga sedang berkembang pesat dan menjadi magnet baru bagi investasi. (E-3)
[OTOMOTIFKU]