
BADAN Gizi Nasional (BGN) menghentikan sementara operasional dua Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Banyumas, Jawa Tengah. Langkah ini diambil menyusul dugaan keracunan massal yang menimpa ratusan siswa penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Karanglewas dan Banyumas.
“Per hari ini ada dua SPPG yang sementara berhenti operasional sambil evaluasi,” ujar Koordinator BGN Wilayah Banyumas, Luky Ayu Parwatiningsih, usai rapat koordinasi di Banyumas, Senin (29/9).
Adapun dua SPPG yang ditutup ialah SPPG Karanglewas Kidul dan SPPG Sudagaran. Keduanya setiap hari menyalurkan kurang lebih 3.000 porsi makanan untuk siswa.
Luky menambahkan, evaluasi menyeluruh akan dilakukan sebelum kedua dapur tersebut kembali beroperasi. “Kami minta kepala dapur melapor setiap pagi dan sore mengenai kondisi siswa. Jika ada masalah akan diperbaiki, baru bisa berjalan lagi,” tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyumas Dani Esti Novia mengungkapkan jumlah korban keracunan di Karanglewas melonjak signifikan. Dari laporan awal sekitar 100 siswa, kini meningkat menjadi 408 anak. “Total ada 408 siswa di Karanglewas yang diduga keracunan. Kondisi sekarang sudah sehat semua, tidak ada yang rawat inap,” jelas Dani.
Para korban berasal dari sejumlah sekolah penerima MBG dari SPPG Karanglewas Kidul. Gejala keracunan mulai muncul sejak Selasa (23/9) dan Rabu (24/9), setelah mengonsumsi menu nasi, telur, bihun, kuah soto, serta buah anggur.
Dinkes telah mengambil sampel makanan dari kedua SPPG tersebut dan mengirimkannya ke Laboratorium Kesehatan Semarang. “Kami masih menunggu hasil pemeriksaan dari laboratorium provinsi,” tambahnya.
Selain Karanglewas, indikasi keracunan MBG juga dilaporkan di Kecamatan Banyumas. Sebanyak 12 siswa SD Sudagaran mengalami gejala serupa usai menyantap menu spageti pada Jumat (26/9).
“Laporan sementara ada 12 anak, indikasinya sama (keracunan MBG),” kata Dani. Menurutnya, seluruh siswa tidak menjalani rawat inap dan kini sedang pemulihan di rumah.
Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono geram dengan banyaknya persoalan di lapangan terkait pelaksanaan program MBG di daerahnya. Menurut Sadewo, ketiadaan regulasi yang jelas membuat Dinkes tidak bisa melakukan intervensi langsung di dapur SPPG.
“Saya tidak mau tahu, minggu ini tugas dan tupoksi tim khusus harus sudah terbentuk. Camat-camat harus jadi penanggung jawab MBG di kecamatan,” tegasnya. (E-2)
[OTOMOTIFKU]