
KETUA Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengajukan permintaan moratorium atau penangguhan penaikan tarif cukai rokok selama tiga tahun kepada pemerintah. Tujuannya, memberi ruang bernapas bagi industri hasil tembakau yang semakin tertekan setiap tahun dan mendorong proses pemulihan.
Menurut Benny, keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan tarif cukai pada tahun depan merupakan kabar baik bagi industri.
“Kita tidak muluk-muluk. Kami minta tiga tahun karena satu tahun belum terasa. Dengan sinyal seperti ini, kita bisa sedikit bernapas dan mulai memulihkan industri,” ujarnya usai diskusi media Quo Vadis Perlindungan Industri Hasil Tembakau di Jakarta, Senin (29/9).
Di satu sisi, ia menerangkan permintaan moratorium diajukan karena meningkatnya peredaran rokok ilegal yang dianggap sebagai musuh bersama karena berdampak negatif pada penerimaan negara, industri, dan kesehatan masyarakat.
Benny menambahkan, ketika rokok ilegal meningkat, total konsumsi cenderung naik karena produk ilegal tidak menanggung beban cukai dan pajak seperti rokok legal. Sementara, penjualan rokok legal dalam beberapa tahun terakhir anjlok.
Ia menyebutkan, produksi rokok jenis sigaret putih mesin (SPM) pada 2019 masih di atas 15 miliar batang. Kemudian, turun menjadi di bawah 10 miliar batang pada 2024. Secara historis, penjualan juga tercatat menyusut sekitar 8%–9% per tahun sejak 2020.
“Kami mengapresiasi wacana Menteri Keuangan yang mempertimbangkan tidak ada penaikan cukai dan harga jual eceran (HJE). Hal ini sejalan dengan surat kami yang meminta moratorium penaikan,” ucapnya.
Pihaknya berharap, dengan moratorium tersebut, pertumbuhan industri kembali mendekati angka positif sekitar 10%. Hal ini diyakini dapat membantu memulihkan kondisi industri.
“Dengan tidak adanya penaikan ini, industri hasil tembakau diharapkan bisa bernapas dan mulai menuju pemulihan,” pungkas Benny. (Ins/E-1)
[OTOMOTIFKU]