Sejarah di Balik Hilangnya Raja Pertama Inggris

Sejarah di Balik Hilangnya Raja Pertama Inggris
Æthelstan, cucu Alfred the Great, menyatukan kerajaan kecil menjadi Inggris pertama pada 925 M. Meski jasanya besar, namanya sering terlupakan. (seven words)

PADA masanya, raja pertama Inggris dikenal luas di seluruh Eropa. Namun seiring berjalannya waktu, namanya semakin terpinggirkan dari sejarah.

Æthelstan, cucu dari Alfred the Great, adalah sosok yang berhasil menyatukan berbagai kerajaan kecil. Hingga lahirlah Inggris seperti yang kita kenal sekarang. Meski pencapaiannya luar biasa, namanya kerap tenggelam di balik bayang-bayang kakeknya.

Tahun ini, tepatnya September 2025, menandai 1.100 tahun penobatannya sebagai raja pertama Inggris. Momen yang memberi alasan kuat untuk kembali mengingat warisan bersejarahnya.

Siapa Æthelstan?

Æthelstan lahir sekitar tahun 894 Masehi. Ia adalah putra Edward the Elder dan cucu Alfred the Great. Merupakan raja legendaris yang dikenal karena keberhasilannya melawan Viking. Æthelstan mewarisi kerajaan hingga akhirnya ia naik takhta pada tahun 924.

Awalnya, takhtanya sempat diperebutkan dengan saudara tirinya, Ælfweard. Namun, kematian Ælfweard yang misterius membuat Æthelstan menjadi penguasa tunggal. Ia resmi dinobatkan pada September 925 M.

Hanya setahun setelah penobatannya, Æthelstan menikahkan adiknya dengan raja Viking di Northumbria. Ketika raja itu meninggal pada 927, Æthelstan menguasai wilayah tersebut. 

Dari situ tercipta penyatuan kerajaan Wessex, Mercia, dan Northumbria. Ini adalah momen penting yang menjadikannya raja pertama dari seluruh Inggris. 

Keberhasilan ini diuji di Pertempuran Brunanburh pada 937. Ketika koalisi Viking, Skotlandia, dan Strathclyde Welsh mencoba mengguncang kekuasaannya. Æthelstan berhasil menang, memperkuat kedudukan Inggris yang baru lahir.

Inggris di Bawah Kepemimpinan Æthelstan

Meski dikenal sebagai raja penakluk, Æthelstan juga membawa nuansa kosmopolitan ke kerajaannya. Ia memimpin wilayah yang beragam, baik budaya maupun bahasa. Dari Inggris Kuno, Latin, Norse, hingga Welsh.

Ia juga mempererat hubungan dengan Eropa daratan. Beberapa adik perempuannya dinikahkan dengan bangsawan Eropa. Sementara para cendekiawan dari benua didatangkan ke Inggris. 

Æthelstan bahkan tercatat sebagai raja Inggris pertama yang mengenakan mahkota. Tradisi ini terus bertahan hingga saat ini.

Æthelstan meninggal pada 939 M. Kerajaan yang ia satukan sempat terpecah lagi, menunjukkan betapa rapuhnya persatuan tersebut. Namun gagasan tentang “Inggris sebagai satu kerajaan” sudah tertanam kuat. Pada 954, Inggris kembali menjadi satu kesatuan permanen.

Sayangnya, nama Æthelstan perlahan terlupakan. Kakeknya, Alfred the Great, lebih diingat karena memiliki biografi lengkap yang ditulis semasa hidupnya. Sementara itu, catatan hidup Æthelstan minim. Tidak ada penulis besar yang mendokumentasikan kisahnya secara detail. Hal ini membuat generasi berikutnya sulit mengingatnya.

Warisan yang Bertahan

Meski kurang dikenal, peninggalan Æthelstan tetap terasa. Ia membentuk sistem pemerintahan yang lebih rapi. Dengan memperkenalkan simbol kekuasaan raja, dan menghubungkan Inggris dengan Eropa. Beberapa doa dan ritual dari upacara penobatannya masih digunakan dalam penobatan Raja Charles III pada 2023.

Potret Æthelstan yang bertahan hingga kini menggambarkannya memakai mahkota dan memegang kitab suci. Terlihat menunduk di hadapan St. Cuthbert. Citra ini menjadi salah satu artefak terpenting dalam sejarah Inggris.

Æthelstan mungkin terlupakan, tetapi warisan yang ia tinggalkan menjadi fondasi lahirnya Inggris modern. Kini, sudah 1.100 tahun setelah penobatannya. Sudah saatnya bagi Inggris kembali memberi tempat layak bagi raja pertamanya. (BBC/Z-2)

[OTOMOTIFKU]