
DENGAN ukuran yang hampir menyamai manusia kecil, Salamander Raksasa Tiongkok adalah salah satu amfibi terbesar di dunia. Dijuluki “fosil hidup” karena garis keturunan mereka yang membentang hingga 170 juta tahun, hewan-hewan aneh ini kini menghadapi babak baru yang rumit: hibridisasi di alam liar.
Salamander raksasa Tiongkok, yang tumbuh hingga 1,8 meter (5,9 kaki), berasal dari aliran sungai pegunungan berbatu di Tiongkok Tengah. Hewan ini dikenal dengan kepala datar, mata kecil, dan lipatan kulit longgar yang keriput, membuatnya mudah disalahartikan sebagai batu berbintik.
Impor, Pelarian, dan Hibridisasi di Jepang
Salamander raksasa terdaftar sebagai spesies “sangat terancam punah” dalam Daftar Merah IUCN, terutama akibat penangkapan berlebihan. Di Tiongkok, mereka sangat dihargai sebagai makanan lezat dan bahan pengobatan tradisional.
Kisah hibridisasi ini berawal pada 1960-an dan 1970-an. Ketika ratusan salamander Tiongkok diimpor ke Jepang sebagai makanan dan hewan peliharaan eksotis.
Setelah perdagangan ini gagal, banyak pedagang melepaskan hewan-hewan Tiongkok yang tersisa ke alam liar Jepang. Ada juga laporan tentang ratusan salamander yang melarikan diri dari rumah pribadi di Prefektur Okayama.
Sejumlah kecil hewan ini berhasil bertahan hidup di ekosistem baru ini. Di sana, mereka bertemu dengan kerabat dari genus yang sama: Salamander Raksasa Jepang.
Bukti Pencampuran Gen yang Mendalam
Para ilmuwan mencatat bagaimana kedua spesies ini mulai berhibridisasi (kawin silang) di sungai-sungai Jepang. Studi tahun 2024 mengumpulkan 68 sampel dari Salamander Raksasa di Sungai Kamogawa, Kyoto, serta sampel dari koleksi pribadi.
Hasilnya mengejutkan:
- Beberapa individu merupakan hibrida langsung dari Salamander Raksasa Jepang dan Tiongkok.
- Yang lebih mengkhawatirkan, beberapa keturunan hibrida tampaknya kawin dengan hibrida lain atau dengan populasi yang “murni secara genetik,” menciptakan campuran gen dan percampuran yang lebih mendalam di dalam populasi.
Komplikasi Taksonomi dan Konservasi
Masalah salamander raksasa tidak hanya terbatas pada hibrida. Secara taksonomi, hewan ini adalah misteri yang rumit:
- Pada 2019, ilmuwan mengonfirmasi Salamander Raksasa Tiongkok sebenarnya terdiri dari tiga spesies berbeda.
- Tahun 2024, penelitian lebih lanjut mengisyaratkan bahwa mereka mungkin terdiri dari sebanyak sembilan spesies berbeda.
Membagi mereka menjadi lebih banyak spesies membuat upaya konservasi menjadi sangat sulit. Meskipun perlindungan telah ada untuk beberapa spesies yang diakui, perlindungan tersebut tidak otomatis berlaku untuk spesies yang baru diidentifikasi, yang banyak di antaranya bahkan belum memiliki nama resmi.
Di Jepang, isu hibrida semakin mempersulit masalah konservasi. Tidak ada salamander Tiongkok liar murni yang terlihat di Jepang sejak tahun 2011, yang berarti mereka hampir punah di sana. Spesies ini juga menghadapi kepunahan yang cepat di negara asalnya, Tiongkok.
Para konservasionis kini berlomba-lomba menemukan salamander raksasa terakhir yang masih hidup, terutama betina, untuk membangun program pengembangbiakan.
Tantangannya besar karena upaya ini harus memisahkan spesies Tiongkok dan Jepang. Namun, kedua spesies tersebut terlihat hampir identik dan sangat sulit dibedakan tanpa tes DNA yang canggih. (IFL Sciences/Z-2)
[OTOMOTIFKU]