
PENDIDIKAN nonformal memainkan peran krusial dalam ekosistem pendidikan nasional Indonesia. Meski tidak selalu menjadi sorotan utama, sektor ini menghadapi tantangan yang tak kalah kompleks dibanding pendidikan formal, mulai dari keterbatasan sarana dan prasarana hingga pengembangan kualitas SDM.
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, dalam pertemuan bersama pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dari seluruh Indonesia, Senin (29/9) di Jakarta.
Menurut Wamen Fajar, saat ini pendidikan nonformal dihadapkan pada tantangan yang semakin rumit, seiring dengan dinamika pendidikan formal.
“Persoalan-persoalan inilah yang harus kita urai secara bersama-sama, secara berjamaah dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua,” tutur Wamen Fajar dalam keterangan yang diterima Media Indonesia di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Salah satu persoalan mendasar, menurutnya, adalah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan nonformal. Padahal, ia mencontohkan sistem pendidikan di Korea Selatan sebagai inspirasi.
“Di Korea Selatan, misalnya, pendidikan nonformal memiliki sistem kreditnya sendiri. Sistem semacam ini memungkinkan pendidikan nonformal diakui serta dapat diakumulasi dan dikonversi oleh lembaga pendidikan formal. Saya kira, ke depan kita bisa ke arah itu,” bebernya.
Lebih lanjut, Fajar juga menekankan dua keunggulan utama dari pendidikan nonformal: fleksibilitas kurikulum dan kedekatan dengan masyarakat akar rumput.
“Kurikulum pendidikan nonformal ini bisa lebih adaptif, lebih luwes, lebih kontekstual, lebih fleksibel. Sehingga dengan hal itu bisa cepat menyesuaikan dengan perubahan yang ada tanpa terhalang berbagai hal terutama yang sifatnya birokratis,” tutur Fajar.
“Inilah dua kelebihan pendidikan nonformal yang semestinya bisa dimanfaatkan secara optimal oleh PKBM dan SKB dalam rangka merespons dunia kerja yang sangat cepat berubah,” imbuhnya.
Pentingnya Revitalisasi Sekolah
Wamen Fajar juga menggarisbawahi bahwa program revitalisasi sekolah yang menjadi prioritas pemerintah bukan hanya soal pembangunan fisik, melainkan bagian dari pembenahan menyeluruh terhadap ekosistem pendidikan.
“Jadi, bukan sekadar membangun tembok atau membangun sekolah baru, melainkan membangun jiwa. Kami menyadari bahwa untuk membangun jiwa pendidikan yang sehat itu adalah salah satunya dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai sehingga bisa menunjang produktivitas pembelajaran,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan berbagai riset, ketersediaan fasilitas yang memadai berbanding lurus dengan meningkatnya minat masyarakat untuk mengakses layanan pendidikan, termasuk pendidikan nonformal.
“Dengan adanya program revitalisasi dan distribusi IFP, data-data PKBM maupun SKB dapat diperbaiki sehingga nanti mereka bisa memenuhi syarat untuk menerima manfaat dari program ini. Kami percaya bahwa pendidikan nonformal menjadi bagian penting dari sistem pendidikan nasional, karena merekalah salah satu garda terdepan kita yang langsung ke akar rumput dan bisa merangkul masyarakat,” pungkasnya. (RO)
[OTOMOTIFKU]