Aktifkan Jaring Peduli Sosial Cegah Gerakan Kilat Politik

Aktifkan Jaring Peduli Sosial Cegah Gerakan Kilat Politik
Ilustrasi(Antara)

PEMRAKARSA 98 Resolution Network, Haris Rusly Moti, mengingatkan pentingnya membangun jaring peduli sosial untuk mencegah munculnya fenomena yang ia sebut sebagai political blitzer atau serangan kilat politik. Fenomena itu, menurutnya, sempat terlihat dalam rentang 25-31 Agustus 2025 di Indonesia dan beberapa negara Asia.

Haris menjelaskan bahwa political blitzer berbeda dari gerakan sosial yang terorganisir. Ia menilai, gerakan ini bergerak cepat, sporadis, memanfaatkan kerentanan ekonomi masyarakat, serta memperkuat ketidakpercayaan terhadap pemerintah melalui sentimen negatif di media sosial. Bahkan, ia menyebut penggunaan teknologi AI generatif dalam penyebaran disinformasi di media sosial sebagai salah satu pemicunya.

“Target dari gerakan political blitzer adalah menciptakan distrust, disorder, dan disobedience. Dampaknya bisa memicu benturan antar lembaga negara maupun pembangkangan sosial di masyarakat,” ujar Haris dalam siaran pers, Selasa (17

6/9).

Menurutnya, langkah jangka pendek yang perlu segera dilakukan adalah memperkuat jaring perlindungan sosial, termasuk mempercepat realisasi paket stimulus ekonomi 8-4-5 yang sudah diumumkan pemerintah. Selain itu, Haris mendorong BUMN, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk bergotong royong mengaktifkan jaring peduli sosial bagi kelompok rentan yang belum terjangkau program pemerintah.

“Kerentanan ekonomi menjadi objek eksploitasi untuk melancarkan gerakan kilat political blitzer. Karena itu, aktivasi jaring sosial adalah kunci mitigasi,” tegasnya.

Fenomena protes sosial mendadak yang disebut political blitzer oleh Haris merujuk pada dinamika politik di Asia, mulai dari Filipina, Malaysia, Bangladesh, Timor Leste, hingga Nepal. Ia menilai, gelombang protes yang terjadi secara simultan ini menyerupai Asian Blitzer pasca-Arab Spring. Di Indonesia, protes akhir Agustus 2025 dinilai menjadi inspirasi bagi gerakan serupa di Nepal.

Haris juga menilai arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto sudah sejalan dengan kebutuhan jangka panjang masyarakat, meski dampaknya belum bisa dirasakan secara instan. Ia menyebut pandangan Prabowo terkait serakahnomic, istilah untuk kelompok yang menjarah sumber daya negara.

“Presiden Prabowo telah sampai pada kesimpulan tentang kaum serakahnomic, yang melakukan subversi terhadap pasal 33 UUD 1945. Mereka menjarah sumber-sumber kekayaan negara. Menurut kami, pandangan Presiden Prabowo terkait serakahnomic merepresentasikan 27-an tahun tuntutan gerakan sosial era reformasi,” katanya. (E-4)

[OTOMOTIFKU]