
iNDUSTRI rokok kembali jadi sorotan setelah terungkap upaya mereka masuk ke lingkungan pendidikan lewat skema beasiswa dan pelatihan tenaga pendidik. Sejumlah kepala daerah di Sumatera Barat (Sumbar) terlibat menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Putera Sampoerna Foundation (PSF), yayasan yang memiliki afiliasi dengan industri rokok. Praktik ini dinilai melanggar berbagai regulasi dan mengancam perlindungan anak dari paparan zat adiktif.
Sejak awal tahun hingga pertengahan September 2025, media lokal di Sumbar ramai memberitakan kemitraan PSF dengan pemerintah daerah di Padang dan Pesisir Selatan. Di Padang, enam pelajar terpilih menerima beasiswa dari PSF setelah MoU ditandatangani oleh Walikota Fadly Amran pada Februari lalu. Sementara di Pesisir Selatan, MoU dengan Bupati Hendrajoni pada awal September diikuti dengan sosialisasi program beasiswa kepada ratusan pelajar SLTA.
Sikap permisif sejumlah kepala daerah terhadap dana rokok ini membuat miris Ketua Yayasan Ruang Anak Dunia (Ruandu) Sumbar, Wanda Leksmana.
“Selama bertahun-tahun Ruandu mengadvokasi bupati dan walikota di Sumatera Barat untuk mendorong penguatan regulasi, berdasarkan data dan fakta dampak iklan, promosi, sponsor, dan CSR rokok yang menargetkan anak dan pelajar. Tapi seiring dengan pergantian kepala daerah, ada beberapa wilayah yang permisif dan memberikan karpet merah kepada yayasan yang memiliki afiliasi dengan industri rokok,” ujar Wanda.
Ruandu bahkan telah mengirim surat kepada Walikota Padang untuk mengevaluasi kerja sama tersebut karena dinilai melanggar PP 28/2024 tentang Kesehatan, Perpres 25/2021 tentang Kebijakan Kabupaten Kota Layak Anak, Permendikbud 64/2015 tentang Sekolah Sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR), serta sejumlah perda di Padang. Namun, Pemkot Padang tetap melanjutkan kerjasama dengan PSF.
Padahal, berdasarkan laporan kontribusi tahunan PT Philip Morris International, PSF masih menerima dana lebih dari USD 35 juta (setara Rp 517 miliar) selama 2016–2023, meski mereka sempat menyatakan tak lagi terafiliasi industri tembakau. Dalam situs resminya, PSF juga menyebut telah bekerja sama dengan lebih dari 200 sekolah di lebih dari 30 provinsi di Indonesia.
Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mouhamad Bigwanto, menilai praktik ini jelas-jelas melanggar Permendikbud No. 64 Tahun 2015.
“PSF harus menarik pernyataan bahwa tidak memiliki hubungan dengan industri rokok, karena dapat menyesatkan pihak sekolah dan Dinas Pendidikan di daerah. Jangan menggunakan taktik *distancing* seolah-olah menciptakan kesan independensi untuk menghindari tuduhan konflik kepentingan,” tegas Bigwanto.
Ia juga mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah agar bersikap tegas menolak PSF masuk ke sekolah. “Menteri Pendidikan saat ini adalah Prof. Abdul Mu’ti, seorang tokoh pendidikan dan tokoh Muhammadiyah. Beliau seharusnya paham betul komitmen Negara untuk melindungi anak dari bahaya rokok dengan tidak memberi kesempatan pada industri rokok melakukan gangguan terhadap regulasi yang sudah berlaku,” tambahnya.
Kajian RUKKI bersama Lentera Anak menemukan, dana rokok PSF juga mengalir ke sekolah-sekolah di Jawa Timur, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi, tidak hanya dalam bentuk beasiswa, tetapi juga program peningkatan kapasitas sekolah.
Ketua Lentera Anak Lisda Sundari menilai industri rokok memanfaatkan keterbatasan anggaran pemerintah untuk menyusup lewat program pendidikan.
“Masuknya dana rokok di sekolah akan berpotensi menjerumuskan anak didik pada normalisasi rokok, yang sudah terbukti sebagai produk mematikan. Karena rokok adalah produk yang berbahaya bagi kesehatan, dimana rokok mengandung 7000 zat berbahaya dan 70 diantaranya bersifat karsinogenik penyebab kanker,” tegas Lisda.
Ia menekankan, negara harus hadir dan menolak segala bentuk kerjasama dengan industri rokok atau yayasan yang terafiliasi. “Ketegasan pemerintah untuk menolak konflik kepentingan adalah bentuk kehadiran negara untuk memberikan perlindungan terbaik bagi anak. Sebab, kepentingan terbaik anak tidak boleh dibenturkan dengan kepentingan apapun, apalagi kepentingan bisnis industri rokok,” pungkas Lisda. (H-2)
[OTOMOTIFKU]