DPD RI Dengar Langsung Tantangan Hilirisasi dan Green Mining di Sulsel

DPD RI Dengar Langsung Tantangan Hilirisasi dan Green Mining di Sulsel
DPR RI mengunjungi Sulawesi Selatan untuk meninjau implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025(MI/Lina Herlina)

KOMITE II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan pengawasan ke Sulawesi Selatan untuk meninjau langsung implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pertemuan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel dan seluruh pemangku kepentingan, Senin (22/9), menyoroti peluang dan tantangan sektor pertambangan daerah ini. Pimpinan Komite II DPD RI, A. Abd. Waris Halid, menegaskan kunjungan ini merupakan bagian dari mandat konstitusional DPD RI untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang. 

“Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai situasi terkini sektor pertambangan serta memperoleh masukan konkret terkait permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Undang-Undang,” ujarnya di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel. 

Waris Halid menambahkan, fungsi pengawasan ini dijalankan untuk memastikan UU Pertambangan selaras dengan prinsip keadilan sosial, keberlanjutan, dan kearifan lokal.

Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, dalam sambutannya menggarisbawahi kontribusi stabil sektor pertambangan dan penggalian yang rata-rata menyumbang lebih dari 10% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulsel dalam lima tahun terakhir. 

Dengan 111 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencakup luas 124.946 hektare, Sulsel memiliki potensi besar seperti nikel, emas, pasir besi, batubara, dan marmer. “Namun, potensi besar ini harus diiringi tata kelola yang baik,” tegas Jufri. 

Ia menekankan pentingnya memastikan nilai tambah bagi daerah agar pertambangan membawa kesejahteraan nyata melalui PAD, lapangan kerja, dan penguatan UMKM. 

KOMITMEN LINGKUNGAN

Selain itu, ia juga menyoroti komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan reklamasi pasca-tambang dan penerapan green mining, serta perlunya sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah.

Dari diskusi yang melibatkan kementerian terkait, organisasi perangkat daerah, kepala daerah dari kabupaten penghasil tambang, perusahaan, akademisi, hingga masyarakat adat, muncul sejumlah rekomendasi. 

Pembahasan difokuskan pada penguatan implementasi UU 2025 dan hilirisasi sektor pertambangan, termasuk dalam hal penetapan wilayah tambang, peningkatan nilai tambah, dan penciptaan lapangan kerja. 

Para pihak juga menekankan pentingnya tata kelola sosial-lingkungan yang mencakup pengelolaan pasca-tambang, perlindungan tanah ulayat, dan pelibatan masyarakat adat.

Lebih jauh, diskusi menghasilkan kesepahaman mengenai perlunya sinergi lintas pihak, baik antara pemerintah pusat dan daerah, perusahaan, maupun masyarakat. 

Dalam hal ini, perusahaan tambang diharapkan dapat memperkuat program tanggung jawab sosial (CSR), menjaga warisan budaya, serta meningkatkan pemberdayaan tenaga kerja lokal.

Jufri Rahman menutup pernyataannya dengan harapan bahwa ke depan Sulawesi Selatan tidak hanya dikenal sebagai penghasil bahan tambang, tetapi juga menjadi pusat hilirisasi, inovasi, dan pertumbuhan ekonomi baru yang berkelanjutan. 

“Mari kita jadikan sektor pertambangan sebagai instrumen pembangunan nasional yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga menjunjung tinggi keadilan sosial dan kelestarian lingkungan,” pungkasnya. (E-2)

 

[OTOMOTIFKU]