DPR Usul BP BUMN Bisa Tolak Rencana Kerja Danantara

DPR Usul BP BUMN Bisa Tolak Rencana Kerja Danantara
Ilustrasi.(Antara Foto)

KEMENTERIAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera berubah menjadi Badan Pengaturan (BP). Hal tersebut usai Komisi VI DPR RI sepakat menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dibahas. Anggota Komisi VI DPR Rivqy Abdul Halim mengatakan BP BUMN sebaiknya punya kewenangan untuk menolak atau menyetujui rencana kerja Danantara.

Anggota Komisi VI DPR Rivqy Abdul Halim menyebut perumusan kebijakan, pengaturan, dan pengelolaan BUMN harus didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945.

Rivqy mengingatkan, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Prinsip kekeluargaan dan orientasi kesejahteraan rakyat tidak boleh hilang dalam setiap keputusan terkait BUMN. Kami mengusulkan BP BUMN berwenang menyetujui atau tidak menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh BPI Danantara,” jelas Rivqy dalam keterangannya, Senin (29/9).

Dengan nomenklatur baru ini, menurutnya, pengelolaan BUMN bisa lebih optimal dan menghindarkan kerancuan kewenangan dengan Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Danantara.  Selain perubahan nomenklatur, ada 10 poin perubahan pokok lain dalam rancangan undang-undang (RUU) ini. Poin pokok perubahan itu di antaranya pengaturan mekanisme pengalihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN, serta menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN. Lalu, mengatur soal dividen seri A dwiwarna yang dikelola langsung BP BUMN atas persetujuan Presiden RI.

Menurut Rivqy, Badan Pengaturan BUMN juga harus memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak usulan restrukturisasi BUMN oleh BPI Danantara. Ia menilai, BP BUMN bisa menyetujui atau menolak usulan pengabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan BUMN oleh BPI Danantara. 

“Tentu sikap menyetujui atau menolak tersebut didasarkan pada indikator yang jelas serta bertujuan untuk optimalisasi kinerja perusahaan negara demi kesejahteraan rakyat,” ungkap Rivqy.

Rivqy juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan perusahaan negara. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa dalam pengelolaan keuntungan dan kerugian BUMN merupakan tanggungjawab dari BUMN sendiri. 

“Kami juga mendorong adanya pengaturan kewenangan BPK dalam memeriksa BUMN sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada,” jelas Legislator dari Dapil Jawa Timur IV itu. (H-4)

[OTOMOTIFKU]