FSGI Desak Evaluasi Total Program Makan Bergizi Gratis, Minta Anggaran Dialihkan ke Pendidikan

FSGI Desak Evaluasi Total Program Makan Bergizi Gratis, Minta Anggaran Dialihkan ke Pendidikan
Ilustrasi(ANTARA/NOVRIAN ARBI )

FEDERASI Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak pemerintah mengevaluasi total Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program yang digadang untuk meningkatkan gizi peserta didik ini justru menimbulkan berbagai persoalan di lapangan, mulai dari kasus keracunan massal, makanan basi, porsi minim, hingga potensi korupsi dan konflik kepentingan.

Menurut catatan FSGI, masalah MBG ditemukan di 14 provinsi. Persoalannya beragam, mulai dari temuan makanan berbelatung di Bireuen (Aceh), serangga dalam makanan di Batam, buah busuk di Pangkal Pinang, hingga makanan mubazir di Jakarta karena tidak diminati siswa. Kasus terparah terjadi di Garut, Jawa Barat, dengan 657 korban keracunan, atau 12 persen dari total 5.360 korban di seluruh Indonesia.

“Banyak guru akhirnya harus mengonsumsi makanan sisa MBG agar tidak mubazir. Ada juga guru yang diminta mencicipi makanan sebelum diberikan kepada siswa, padahal itu berisiko bagi kesehatan guru,” kata Ketua FSGI Fahmi Hatib dalam keterangannya, Selasa (23/9).

Selain berdampak pada kesehatan, kebijakan MBG juga menimbulkan beban baru bagi sekolah. Di Ngawi, misalnya, sekolah diwajibkan mengganti wadah stainless rusak dengan harga Rp80 ribu, padahal harga pasaran hanya Rp40 ribu. Di Sleman, guru terpaksa menjadi tameng pertama untuk mencegah keracunan siswa.

Kepala SDN 017 Napo, Limboro, bahkan menolak menandatangani nota kesepahaman MBG karena meragukan kualitas distribusi dan tanggung jawab jika terjadi keracunan massal. Sikap ini mendapat dukungan dari mayoritas orang tua murid.

Selain itu, FSGI juga menyoroti lemahnya serapan anggaran MBG. Dari pagu Rp71 triliun pada 2025, hingga September baru terserap Rp15,7 triliun atau 22%. Bahkan dana Rp6 triliun untuk membangun 1.542 Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) belum terserap sama sekali.

Menteri Keuangan Yudhi Purbaya Sadewa sebelumnya mengancam akan menarik kembali anggaran MBG yang tidak terserap untuk dialihkan ke sektor lain, termasuk pembayaran utang negara. FSGI pun meminta dana tersebut diprioritaskan ke sektor pendidikan.

“Anggaran yang tidak terserap sebaiknya dialihkan untuk peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, termasuk tunjangan guru honorer dan pelatihan kompetensi. Jangan sampai beban biaya justru ditanggung sekolah lewat BOS,” ucapnya.

Oleh karenanya, FSGI pun mengajukan empat rekomendasi terkait polemik MBG. Pertama, FSGI meminta pemerintah melakukan evaluasi total dengan melibatkan guru, siswa, sekolah, dan orang tua. Kedua, program MBG dihentikan sementara hingga evaluasi selesai.

Kemudian ketiga, FSGI merekomendasikan pemerintah untuk membuka ruang partisipasi publik untuk memberi masukan, dan terakhir FSGI merekomendasikan agar anggaran MBG yang tidak terserap dialihkan ke sektor pendidikan, khususnya peningkatan kesejahteraan dan kompetensi guru.

“Jika pemerintah ingin serius memperbaiki mutu pendidikan, jangan hanya fokus pada program populis seperti MBG. Perbaikan kualitas guru adalah investasi jangka panjang yang jauh lebih strategis,” tegasnya. (H-2)

[OTOMOTIFKU]