
PULUHAN generasi muda Kalimantan Selatan yang terdiri dari aktivis lingkungan, mahasiswa, komunitas solidaritas iklim, serta masyarakat sipil menggelar kegiatan Diskusi Draw The Line XR Meratus sebagai bagian gerakan global Draw The Line 2025. Rencana pemerintah menetapkan Pegunungan Meratus sebagai Taman Nasional menjadi salah satu isu utama.
Di Kalsel kegiatan digelar di Wisma Graha Puspa Cendikia/Asrama Mahasiswa Papua, Kota Banjarbaru, akhir pekan lalu. Gerakan global Draw The Line 2025 sendiri berlangsung serentak di berbagai kota dunia menjelang Sidang Umum PBB dan KTT Iklim COP30 di Brazil.
“Gerakan ini menegaskan bahwa krisis iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang kini dirasakan di berbagai belahan dunia, termasuk di Kalimantan Selatan,” tutur Koordinator XR Meratus, Wira Surya Wibawa, Senin (29/9).
Terus terancamnya kawasan hutan tropis Pegunungan Meratus menjadi isu sentral masalah iklim global. “Apa yang terjadi di Pegunungan Meratus bukan sekadar persoalan lokal. Penebangan hutan, perusakan ruang hidup rakyat, pencemaran sungai, serta perubahan iklim yang memperparah kerentanan ekologi adalah bagian dari luka besar krisis iklim global. Saat hutan kita hilang, karbon terlepas ke atmosfer, dan dampaknya turut dirasakan dunia,” tegas Wira.
XR Meratus menjadi bagian dari kelompok Aliansi Meratus yang menentang rencana pemerintah menjadikan Pegunungan Meratus sebagai Taman Nasional. “Dari Banjarbaru, suara komunitas lokal bersatu dengan suara dunia menuntut perubahan nyata demi masa depan bumi,” tuturnya.
Terkait gerakan global Draw The Line 2025 ini generasi muda Kalsel mendesak penghentian perusakan hutan Meratus oleh korporasi tambang, sawit, dan proyek ekstraktif lainnya yang merusak ruang hidup rakyat. Akomodasi penuh hak-hak masyarakat adat dan lokal sebagai garda terdepan penjaga hutan dan sumber kehidupan.
Transisi energi yang adil dan berkeadilan iklim dengan menghentikan ketergantungan pada energi fosil, batu bara, dan membuka ruang bagi energi terbarukan berbasis komunitas. Demokrasi lingkungan yang sehat, dengan menghentikan kriminalisasi aktivis dan warga yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup.
“Bentuk solidaritas global menuju COP30 di Brazil, Indonesia harus hadir bukan sebagai perusak hutan dunia, melainkan sebagai pelopor perlindungan ekologi dan keadilan iklim,” ujar Wira. (E-2)
[OTOMOTIFKU]