
EKONOM Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikan cukai rokok pada 2026 mencerminkan kepedulian pemerintah menjaga jutaan lapangan kerja di sektor padat karya ini.
“Keputusan Pak Purbaya benar. Kalau saya melihat, bisa jadi kenaikan cukainya lebih rendah dari 10% yang sudah terjadi dua tahun terakhir. Saya menduga itu, sehingga membawa angin segar bagi industri rokok,” kata Tauhid dalam keterangan resmi, Senin (29/9).
Menurutnya, kebijakan cukai tidak hanya menyangkut penerimaan negara dan kesehatan, tetapi juga keberlanjutan industri serta upaya memberantas rokok ilegal. Jika tarif cukai terlalu tinggi, dampaknya justru kontraproduktif.
“Produksi turun, masyarakat turun kelas, dan akhirnya rokok ilegal semakin marak. Padahal rata-rata 5-7% rokok ilegal itu merugikan penerimaan negara,” jelasnya.
Ia menilai fenomena rokok ilegal di lapangan bisa lebih besar dari angka resmi yang tercatat pemerintah.
“Fenomena rokok ilegal ini seperti gunung es. Kalau tidak diatasi, justru penerimaan negara yang hilang,” tambahnya.
Tauhid juga menekankan pentingnya menjaga sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang menjadi tulang punggung tenaga kerja manual di Jawa Timur dan wilayah lain. Menurut catatanya, ada lebih dari 800 perusahaan kecil yang sebagian besar bergerak di sektor SKT.
“Meski porsinya kecil, produksinya justru naik dalam empat tahun terakhir. Ini perlu dilindungi,” imbuhnya.
Ia menegaskan pemerintah perlu menata tarif cukai lebih terukur dan adil antar-golongan, serta memperkuat pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal.
“Cukai rokok menyumbang lebih dari Rp220 triliun ke negara. Maka sudah sepatutnya pemerintah memberi perhatian lebih besar agar industri ini tetap hidup tanpa mengabaikan aspek kesehatan,” pungkasnya. (E-4)
[OTOMOTIFKU]