
MALAWI menggelar pemilihan umum, kemarin. Presiden petahana Lazarus Chakwera dan pendahulunya, Peter Mutharika, kembali berhadapan dalam perebutan kursi kepemimpinan.
Negara di Afrika bagian selatan itu tengah dilanda kesulitan ekonomi. Hal tersebut ditandai dengan lonjakan harga, inflasi tinggi, dan kekurangan bahan bakar minyak.
Ribuan warga berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara. Tampak banyak pemilih yang menunggu di bawah pohon atau halaman sekolah.
Pemilu kali ini fokus pada upaya mengatasi krisis di salah satu negara termiskin di dunia. Mayoritas penduduk menggantungkan hidup pada sektor pertanian yang baru saja dihantam kekeringan pada 2024 serta siklon besar di 2023.
Sebanyak 17 kandidat mencalonkan diri. Namun, persaingan utama mengerucut kepada Chakwera, seorang pendeta berusia 70 tahun, dan Mutharika, profesor hukum berusia 85 tahun.
Pemilih muda
Keduanya juga bertarung dalam pemilu 2019 yang dibatalkan akibat terdapat kecurangan. Pemilu lantas diulang pada 2020.
Di kota-kota besar, jumlah pemilih muda, yang mencapai 60% dari 7,2 juta pemilih terdaftar, menunjukkan semangat kuat untuk perubahan. “Ada kemarahan dalam diri kami,” kata Ettah Nyasulu, 28, seorang pelayan di ibu kota Lilongwe, sebelum menuju tempat pemungutan suara.
“Saya ingin mengubah pemerintahan ini. Saya ingin anak muda memiliki pekerjaan yang baik dan berkesempatan untuk mengubah hidup kami,” ujarnya.
Ekonomi menjadi isu sentral. Menurut laporan yang mengutip organisasi nonpemerintah, Centre for Social Concern, inflasi menembus 27% dan biaya hidup melonjak 75% hanya dalam setahun. Bank Dunia mencatat sekitar 70% dari 21 juta penduduk hidup dalam kemiskinan.
Memberi jagung
Chakwera menyalurkan suaranya di desa asalnya, Malembo, ditemani ratusan warga. Malembo sekitar 56 kilometer timur laut dari ibu kota Lilongwe. Sejumlah tentara berjaga di dekatnya.
“Kadang-kadang dia membantu kami dengan memberi kami jagung. Dia penyelamat kami,” ujar Tilore Chimalizeni, seorang petani berusia 58 tahun dan ibu tunggal dengan empat anak yang juga mengasuh dua anak yatim piatu.
Selain pemilihan presiden, warga juga memilih anggota parlemen dan dewan lokal. Tempat pemungutan suara ditutup pukul 16.00 waktu setempat dengan hasil awal diperkirakan paling cepat Kamis (18/9).
Karena pemenang harus meraih lebih dari 50% suara, kemungkinan besar pemilu akan berlanjut ke putaran kedua dalam 60 hari. Ketua Komisi Pemilu Malawi, Annabel Mtalimanja, menyebut proses berjalan aman.
“Proses pemilihan ini sangat damai. Orang-orang telah berkumpul dalam jumlah besar,” sebut Anggota Parlemen Malembo, Lawrence Chaziya.
Tuduhan kronisme
Baik Chakwera maupun Mutharika menghadapi tuduhan kronisme, korupsi, dan salah urus ekonomi selama masa jabatan mereka.
Kandidat lain, termasuk mantan presiden Joyce Banda yang menjadi satu-satunya perempuan, diperkirakan tidak memiliki dukungan signifikan.
“Para pemilih dihadapkan pada pilihan antara dua kekecewaan,” kata analis politik Chris Nhlane. “Keduanya memiliki potensi yang belum terpenuhi dan harapan yang pupus. Namun, rakyat Malawi tetap harus memilih yang bermasalah lebih ringan di antara keduanya,” tambahnya.
Chakwera, dari Partai Kongres Malawi (MCP) yang memimpin negara itu meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1964, memohon dalam kampanyenya untuk berkelanjutan kepemimpinannya. Alasannya, ia ingin menuntaskan pekerjaan yang telah dimulainya sambil memamerkan beberapa proyek infrastruktur.
Popularitas merosot
“Ada keluhan tentang biaya hidup, kurangnya sumber daya, dan kelangkaan pangan. Saya mendengar semuanya dan saya telah mencamkan kata-kata Anda. Kita akan memperbaiki keadaan,” janjinya dalam kampanye terakhir.
Chakwera terpilih dengan meraih sekitar 59% suara dalam pemilihan ulang di 2020. Akan tetapi, “Lima tahun kemudian ada sedikit nostalgia terhadap pemerintahan Mutharika yang relatif lebih baik,” kata analis Mavuto Bamusi.
Karena itu, ia menilai popularitas Chakwera merosot. Keunggulan petahana Chakwera tercoreng secara signifikan oleh kinerja ekonomi yang buruk.
Di sisi lain, Mutharika yang memimpin Partai Progresif Demokratik (DPP) berjanji membawa kembali stabilitas. “Saya ingin menyelamatkan negara ini,” pungkasnya dalam rapat umum di Blantyre, basis utama partainya. (AFP/Fer/I-2)
[OTOMOTIFKU]