
SEKITAR 41.000 tahun yang lalu, medan magnet Bumi pernah mengalami pembalikan besar-besaran. Peristiwa langka ini kini bisa “didengar” berkat interpretasi cerdas. Diambil dari data yang dikumpulkan melalui misi satelit Swarm milik Badan Antariksa Eropa (ESA).
Para ahli geosains memadukan data satelit dengan bukti pergerakan garis medan magnet di Bumi. Lalu memvisualisasikannya melalui suara alami, mulai dari derit kayu hingga benturan batu. Dengan begitu, peristiwa yang dikenal sebagai Laschamps event ini bisa digambarkan tidak hanya secara ilmiah. Tetapi juga secara inderawi.
Medan magnet Bumi sendiri terbentuk dari pergerakan logam cair di inti planet kita, terutama besi dan nikel. Medan ini memanjang hingga puluhan ribu kilometer ke angkasa. Fungsinya untuk melindungi Bumi dari partikel matahari yang dapat merusak atmosfer. Karena logam-logam tersebut terus bergerak, medan magnet pun ikut berubah.
Hal ini membuat Kutub Utara dan Selatan magnetik selalu bergeser. Bahkan belum lama ini, posisi Kutub Utara magnetik bahkan resmi dipindahkan. Dikarenakan pergeserannya yang konsisten dari Kanada menuju Siberia.
Dalam kondisi normal, garis medan magnet membentuk lingkaran tertutup. Bergerak dari selatan ke utara di atas permukaan Bumi. Lalu kembali dari utara ke selatan di bagian dalamnya. Namun, sesekali medan magnet ini membalik secara acak. Jika terjadi lagi, jarum kompas yang biasanya menunjuk ke utara akan mengarah ke Kutub Selatan.
Peristiwa terakhir semacam ini terjadi sekitar 41.000 tahun silam. Dan meninggalkan jejak pada aliran lava Laschamps di Prancis. Saat itu, kekuatan medan magnet melemah drastis hingga tinggal 5 persen dari kekuatan normalnya. Kondisi tersebut membuka celah bagi masuknya lebih banyak sinar kosmik ke atmosfer Bumi.
Jejak peristiwa ini masih tersimpan dalam es dan sedimen laut. Berupa peningkatan isotop yang terbentuk akibat hantaman sinar kosmik. Menurut penelitian yang terbit tahun lalu, kadar isotop berilium-10 meningkat dua kali lipat pada masa itu.
Atom-atom yang berubah ini terbentuk ketika sinar kosmik bereaksi dengan atmosfer, mengionisasi udara, bahkan merusak lapisan ozon. Dampaknya sangat besar, mulai dari perubahan iklim global, kepunahan megafauna di Australia, hingga pola penggunaan gua oleh manusia purba yang mungkin terpengaruh juga.
“Memahami peristiwa ekstrem seperti ini penting untuk memprediksi kemungkinan kejadiannya di masa depan. Untuk memperkirakan iklim antariksa, serta menilai dampaknya terhadap lingkungan dan sistem Bumi,” jelas ahli geofisika Sanja Panovska dari German Research Center for Geosciences.
Proses pembalikan Laschamps sendiri berlangsung selama 250 tahun. Bertahan dalam kondisi tidak biasa selama sekitar 440 tahun. Pada puncaknya, kekuatan medan magnet Bumi hanya mencapai sekitar 25 persen dari level normal. Dengan kutub utara magnetik bergeser ke arah selatan.
Kini muncul fenomena pelemahan medan magnet seperti di atas Samudra Atlantik. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa anomali ini tidak selalu berkaitan dengan peristiwa pembalikan kutub. Namun, anomali Atlantik Selatan tetap berisiko karena membuat satelit di kawasan itu terpapar radiasi lebih tinggi.
Sejak tahun 2013, konstelasi satelit Swarm milik ESA terus mengukur sinyal magnetik. Dari inti Bumi, mantel, kerak, lautan, ionosfer, hingga magnetosfer. Data ini membantu ilmuwan memahami lebih dalam dinamika medan geomagnetik Bumi. Sekaligus memprediksi fluktuasi yang mungkin terjadi di masa depan.
Sumber: Science Alert
[OTOMOTIFKU]