Nudging dan Media Sosial Efektif Dorong Perilaku Konsumsi Berkelanjutan Gen Z

Nudging dan Media Sosial Efektif Dorong Perilaku Konsumsi Berkelanjutan Gen Z
Ilustrasi(Freepik)

GURU Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University Prof Lilik Noor Yuliati menyebut perpaduan nudging (dorongan halus),dan media sosial efektif mendorong perilaku konsumsi berkelanjutan, khususnya bagi generasi Z.

Gen Z dikenal kritis dan aktif menyuarakan isu lingkungan melalui media sosial. Sayangnya, masih ada kesenjangan antara kesadaran dan aksi nyata. Karena itu, nudging dan strategi komunikasi berbasis media sosial menjadi kunci untuk menjembatani hal tersebut,” jelasnya.

Dalam paparannya, saat Konferensi Pers Praorasi Ilmiah Guru Besar IPB University, Kamis (18/9), Prof Lilik mencontohkan beberapa penerapan nudging dalam kehidupan sehari-hari.

“Misalnya di restoran, dengan tidak otomatis memberikan sedotan kecuali diminta atau menyediakan porsi kecil agar tidak tersisa. Di sektor transportasi, aplikasi perjalanan dapat mengatur opsi transportasi umum atau sepeda sebagai pilihan utama sebelum kendaraan pribadi,” ucapnya. 

MI/HOGuru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University Prof Lilik Noor Yuliati

Ia mengurai enam teknik nudging yang relevan untuk mendorong perilaku konsumsi berkelanjutan pada Gen Z. Pertama, referent point dan evoked set, yaitu menyisipkan produk ramah lingkungan ke dalam pilihan yang sudah akrab. 

Kedua, komunikasi dan norma sosial, dengan menekankan bahwa mayoritas orang telah memilih perilaku ramah lingkungan sehingga tercipta tekanan sosial positif.

“Ketiga, penggunaan bahasa asing. Cara ini memberi kesan modern, inovatif, dan menarik. Lalu, kita juga bisa menerapkan default option, yakni menjadikan opsi ramah lingkungan sebagai pilihan otomatis, kecuali konsumen memilih alternatif lain,” jelas Prof Lilik.

Selanjutnya, dengan feedback (umpan balik). Bisa berupa informasi langsung mengenai dampak positif tindakan mereka seperti jumlah emisi yang berhasil dihemat. 

“Terakhir, priming kontekstual, yaitu menghadirkan visual, warna, atau kata-kata yang secara tidak sadar mendorong individu memilih opsi yang lebih bertanggung jawab,” ungkapnya.

Setelah memahami bahwa gen Z merespons strategi yang halus dan emosional lewat nudging, Prof Lilik menekankan pentingnya media sosial untuk mendukung nudging. Tujuan nudging untuk menyusun ulang pilihan, sementara media sosial bertujuan membentuk norma dan identitas.

“Keduanya sama-sama bekerja pada sistem satu pada otak manusia, yakni membuat perubahan perilaku terasa spontan, menyenangkan, dan sesuai dengan nilai yang diyakini gen Z,” jelasnya.

Prof Lilik juga menyoroti bahwa pesan keberlanjutan harus dikemas dengan cara relevan agar tidak terkesan menggurui. 

Ia menyarankan pembuatan tantangan visual yang mudah ditiru, penggunaan kreator autentik, narasi positif dan aspiratif, serta pembentukan komunitas digital. 

Strategi tersebut, lanjut dia, dapat membuat keberlanjutan hadir sebagai gaya hidup keren dan inspiratif, bukan sekadar kewajiban.

“Dorongan halus ini mungkin terlihat sederhana, tetapi dapat membentuk kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan. Bila diterapkan lintas sektor dari rumah tangga, bisnis, hingga kebijakan pemerintah akan mempercepat transisi menuju konsumsi berkelanjutan,” pungkasnya. (Z-1)

 

[OTOMOTIFKU]