Pembobolan Rekening Dormant Bukti Adanya Celah dalam Sistem Perbankan

Pembobolan Rekening Dormant: Bukti Adanya Celah dalam Sistem Perbankan
Ilustrasi(Div Humas Polri)

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede turut mengomentari kasus pembobolan rekening dormant Rp204 miliar di salah satu bank BUMN. Ia menilai, kasus tersebut memperlihatkan celah serius dalam sistem pengawasan perbankan.

“Dalam hitungan menit, dana dipindahkan melalui puluhan transaksi setelah sindikat memaksa kepala cabang menyerahkan akses core banking. Fakta ini menegaskan lemahnya pengawasan rekening dormant, yang meskipun pasif sering menyimpan saldo besar dan jarang dipantau nasabah,” ucap Josua, Sabtu (27/9).

Rekening dormant, sambung Josua, menjadi target pembobolan karena minim pengawasan, ditambah jika ada kolusi orang dalam. Data rekening dengan saldo besar yang bocor ke pihak luar, membuat sindikat mudah menyasar rekening dormant sebagai sasaran. Josua menilai, sistem fraud detection yang ada juga gagal mengantisipasi pola transaksi kilat bernilai besar, sehingga aktivitas baru terdeteksi setelah dana berpindah.

“Kejadian ini menunjukkan kombinasi kelemahan internal control, keterlibatan pegawai, serta kurangnya sensitivitas monitoring,” tuturnya.

Untuk pencegahan pembobolan rekening dorman, Josua menegaskan bahwa bank perlu memperkuat teknologi keamanan dengan fraud detection berbasis AI, multi-factor authentication (MFA), pembatasan transaksi besar di luar jam kerja, serta enkripsi data nasabah. Selain itu, notifikasi real-time juga penting agar aktivitas rekening dormant dapat segera dipantau bank maupun pemilik rekening.

“Dari sisi regulasi, SOP perlu diperketat dengan multi-level control untuk pencairan rekening dormant, audit berkala, dan proof of life bagi nasabah sebelum rekening pasif diaktifkan kembali. OJK sendiri tengah merumuskan aturan baru mengenai pengelolaan rekening dormant, termasuk kewajiban bank menghubungi nasabah sebelum blokir, sedangkan DPR mendorong bank menutup rekening pasif berisiko serta meningkatkan koordinasi dengan PPATK dan aparat penegak hukum,” beber Josua.

Terakhir, Josua berpesan agar budaya pengawasan internal harus dibangun kuat mulai dari integrasi SDM yang menjadi benteng utama melalui rotasi jabatan, program whistleblowing, dan sanksi tegas bagi pelanggar.

“Kepercayaan publik adalah aset terbesar sektor perbankan, sehingga kombinasi teknologi modern, SOP ketat, dan regulasi proaktif mutlak diperlukan untuk mencegah kasus serupa terulang,” pungkasnya. (E-3)

[OTOMOTIFKU]