Pemerintah Evaluasi Juru Masak di Semua SPPG Usai Kasus Keracunan MBG

Pemerintah Evaluasi Juru Masak di Semua SPPG Usai Kasus Keracunan MBG
Ilustrasi: Petugas menyiapkan paket Makanan Bergizi Gratis (MBG) di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Ilir Barat (IB) II Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (15/4/2025)(ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

PEMERINTAH tengah mengevaluasi seluruh juru masak di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terkait kedisiplinan, kualitas, dan kemampuan memasak, menyusul kasus keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Salah satu evaluasi yang utama adalah mengenai kedisiplinan, kualitas, kemampuan juru masak tidak hanya di tempat terjadi (keracunan), tetapi juga di seluruh SPPG,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau akrab disapa Zulhas dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Minggu (28/9). 

Langkah tindak lanjut lain yang diambil pemerintah adalah menutup sementara SPPG yang bermasalah untuk memastikan keamanan makanan MBG ke depan.

Selain itu, setiap SPPG diwajibkan mensterilisasi seluruh peralatan makan dan memperbaiki proses sanitasi, termasuk kualitas air dan alur limbah. Pemerintah juga mewajibkan setiap SPPG memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SHLS) agar standar kebersihan dan pembuatan makanan MBG terpenuhi.

Kemudian, Kementerian Kesehatan juga akan mengoptimalkan peran puskesmas dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk memantau SPPG secara rutin.

Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat, sepanjang Januari hingga September 2025 terdapat 70 insiden keamanan pangan, termasuk kasus keracunan, dengan total 5.914 penerima MBG terdampak.

Rinciannya, sembilan kasus dengan 1.307 korban terjadi di wilayah I Sumatera, termasuk Kabupaten Lebong (Bengkulu) dan Kota Bandar Lampung (Lampung). Di wilayah II Pulau Jawa, terdapat 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG terdampak. Sementara itu, wilayah III yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara mencatat 20 kasus dengan 997 penerima terdampak.

Dari 70 kasus tersebut, penyebab utama diketahui berasal dari sejumlah bakteri berbahaya: e-coli pada air, nasi, tahu, dan ayam; staphylococcus aureus pada tempe dan bakso; salmonella pada ayam, telur, dan sayur; bacillus cereus pada menu mi; serta coliform, PB, klebsiella, dan proteus dari air terkontaminasi. (Ant/P-4)

[OTOMOTIFKU]