Pemerintah Kaji Rencana Penurunan Pajak Bea Balik Nama

Pemerintah Kaji Rencana Penurunan Pajak Bea Balik Nama
Asisten Deputi Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka (Ilmate) Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, bergabung secara daring pada forum Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis (25/9/2025).(ANTARA)

KABAR gembira buat para pengguna kendaraan motor, pemerintah saat ini sedang mengkaji rencana penurunan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebagai salah satu upaya meringankan beban masyarakat. Hal ini sekaligus mendorong pertumbuhan penjualan kendaraan di tengah kondisi daya beli yang menurun.

“Kita minta potongan (BBNKB) 50% untuk balik nama, kalau memang dimungkinkan bebas 100%, 50%, atau 5%, mungkin ini sebagai langkah jurus baru agar harga jual bisa turun,” ujar Asisten Deputi Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka (Ilmate) Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, pada forum Bisnis Indonesia di Jakarta, kemarin.

Atong menjelaskan bahwa pajak kendaraan saat ini terbilang cukup tinggi, yakni hampir mencapai 40% dari harga jual kendaraan, yang merupakan gabungan dari pajak BBNKB, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan tarif lainnya. Menurut Atong, fokus penyesuaian akan diarahkan dan diutamakan pada BBNKB terlebih dahulu. Hal ini dinilai lebih realistis karena berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang sifatnya diatur melalui undang-undang, sehingga perubahan tidak bisa dilakukan secara cepat.

“Kita mulai dulu pendekatan ke non-pajak, yaitu BBN, karena kemarin itu kalau dibuka dari surat Permendagri, soal BBN untuk EV saat itu, itu dimungkinkan. Sehingga harga bisa diturunkan di tengah daya beli masyarakat tengah turun. Harapannya ada pembeli,” kata Atong.

Atong menegaskan, langkah ini bertujuan agar harga kendaraan dapat lebih terjangkau di tengah penurunan daya beli masyarakat. Harapannya, kebijakan tersebut dapat merangsang permintaan pasar dan memberikan dampak positif bagi industri otomotif nasional.

”Kami mendukung kebijakan pemerintah ini. Ini sangat meringankan beban kami di tengah daya beli yang menurun, sementara pendapatan tidak bertambah,” kata seorang warga, Mesakh. 

Meski demikian, kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan lembaga. Pemerintah akan terus menimbang skema yang paling sesuai agar tujuan menjaga stabilitas daya beli dan mendukung pertumbuhan sektor otomotif dapat tercapai tanpa mengganggu penerimaan daerah dari pajak kendaraan bermotor. (H-1)

[OTOMOTIFKU]