
RAKYAT Moldova memberikan suara, kemarin, dalam pemilihan parlemen yang dinilai krusial bagi masa depan politik negara tersebut. Pemilu ini dituding berpotensi membuat negara tetangga Ukraina itu berubah haluan dari pro-Uni Eropa mendekat ke Moskow. Pemerintah setempat serta Uni Eropa menuduh Rusia melakukan campur tangan besar-besaran dalam proses pemilu.
Moldova, yang berstatus negara kandidat Uni Eropa, selama bertahun-tahun terbelah antara aspirasi untuk memperkuat hubungan dengan Brussel dan mempertahankan kedekatan historis dengan Rusia. Survei sebelum pemungutan suara menunjukkan Partai Aksi dan Solidaritas (PAS) yang pro-Uni Eropa memimpin. Namun para analis menilai hasil akhir masih sulit dipastikan.
“Saya menginginkan upah dan pensiun yang lebih tinggi. Saya ingin semua seperti pada masa Rusia,” kata Vasile, seorang tukang kunci dan tukang las berusia 51 tahun di Chisinau, kepada AFP.
Pemilih lain, Paulina Bojoga, 68, menyatakan keinginannya agar Moldova mengejar ketertinggalan dari negara-negara Eropa karena Eropa memiliki semua yang dibutuhkan. “Situasinya berada di ujung tanduk,” kata perempuan yang baru kembali dari Italia itu.
Pemilu kali ini dibayangi kekhawatiran, menurut Uni Eropa, tentang praktik jual beli suara, kerusuhan, serta kampanye disinformasi yang belum pernah terjadi dari Rusia. Moskow membantah tuduhan tersebut. oposisi pro-Rusia justru menuduh PAS merencanakan kecurangan.
Presiden PAS sekaligus Presiden Moldova, Maia Sandu, menyerukan kewaspadaan terhadap campur tangan besar-besaran Rusia. “Jika rakyat Moldova tidak cukup tergerak dan jika campur tangan Rusia berpengaruh signifikan pada pemilu kita, Moldova mungkin kehilangan semua yang telah dimenangkannya dan ini bisa menjadi risiko yang signifikan juga bagi negara-negara lain seperti Ukraina,” ujarnya usai mencoblos.
Tempat pemungutan suara dibuka pukul 07.00 waktu setempat dan ditutup pukul 21.00 waktu setempat. hasil awal diperkirakan keluar pada malam harinya.
Sebagai salah satu negara termiskin di Eropa, warga Moldova banyak mengeluhkan kondisi ekonomi, termasuk skeptisisme terhadap percepatan proses aksesi Uni Eropa yang dimulai setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Kekalahan PAS dikhawatirkan akan memperlambat langkah Moldova menuju integrasi Eropa.
“Ini hari ketika rakyat tidak takut, tetapi yang lain takut kepada rakyat. Kita memilih negara di mana ketakutan rakyat lenyap. Kita memilih kehidupan normal bagi warga negara,” tulis Pemimpin Partai Sosialis Moldova, Igor Dodon, di Telegram.
Dalam wawancara sebelumnya, ia mengatakan bahwa jika terpilih ia akan melanjutkan diskusi dan negosiasi dengan Uni Eropa, tetapi juga membangun kembali hubungan dengan Federasi Rusia. Pemerintah Moldova menuduh Kremlin menggelontorkan ratusan juta dolar AS untuk memengaruhi kampanye. (Fer/I-2)
[OTOMOTIFKU]