Perubahan Iklim Jadi Pemicu Wabah Virus Mematikan dari Kelelawar

Perubahan Iklim Jadi Pemicu Wabah Virus Mematikan dari Kelelawar
Ilustrasi, kelelawar(freepik)

DALAM beberapa dekade terakhir, virus yang berasal dari kelelawar semakin sering menimbulkan ancaman kesehatan global. Tantangan utamanya adalah, memahami bagaimana virus tersebut bisa menular ke manusia, atau hewan lain hingga memicu pandemi.

Selama ini, banyak penelitian yang menyoroti kaitan dengan perubahan penggunaan lahan atau tekanan akibat aktivitas manusia, namun mekanisme pastinya masih kurang jelas.

Penelitian 25 tahun di Australia subtropis, menemukan bahwa perubahan lahan dan iklim membuat kelelawar Pteropodid, lebih sering tinggal di area pertanian.

Jika pasokan makanan berkurang, kondisi ini memicu peningkatan risiko penularan virus Hendra dari kelelawar ke kuda. Sebaliknya, musim berbunga pohon di hutan sisa justru membantu mencegah penularan karena menyediakan sumber makanan alami.

Temuan ini menunjukkan hubungan langsung antara hilangnya habitat, perubahan iklim, dan meningkatnya risiko luapan virus. Peneliti juga mengembangkan model prediksi, yang mampu memperkirakan kapan penularan berisiko terjadi.

Studi ini memberikan dasar penting untuk merancang strategi pencegahan, berbasis ekologi guna menekan ancaman pandemi di masa depan.

Dengan model prediksi, peneliti menemukan bahwa kombinasi hilangnya habitat dan tekanan lingkungan, dapat meningkatkan risiko limpahan virus. Temuan ini menegaskan bahwa perubahan ekologi berperan besar, dalam memicu penularan lintas spesies dan perlu dipertimbangkan, dalam upaya pencegahan pandemi. 

Kelelawar buah Australia, terutama kelelawar terbang hitam, adalah inang alami virus Hendra yang mematikan bagi kuda (75 persen kematian) dan manusia (57 persen kematian). Penularan terjadi saat kelelawar mengeluarkan virus lewat kotoran di sekitar kandang kuda, lalu menular ke manusia melalui kuda yang terinfeksi.

Virus ini pertama kali terdeteksi pada 1994, dan sejak 2006 kasus spillover makin sering terjadi, dengan sebagian besar muncul di musim dingin di wilayah subtropis timur Australia.

Di subtropis Australia, kelelawar buah (Pteropus spp.) biasanya hidup nomaden dengan mengikuti pola berbunga pohon Eucalyptus. Namun, hilangnya pohon musim dingin akibat pembukaan lahan membuat sumber makanan berkurang.

Saat pohon tidak berbunga, kelelawar mengalami kekurangan makanan, lalu berpindah ke area perkotaan atau pertanian untuk memakan buah yang kualitasnya lebih rendah. Dahulu perilaku ini hanya sementara, tetapi kini semakin sering terjadi, sehingga meningkatkan potensi kontak dengan hewan domestik seperti kuda.

Penelitian ini mengumpulkan data 1996-2020 di subtropis Australia, untuk melihat hubungan perubahan lahan, perilaku kelelawar, dan luapan virus Hendra. Data mencakup lokasi spillover, tempat bertengger, iklim, ketersediaan nektar, hingga kehilangan habitat, sehingga memberi gambaran menyeluruh tentang faktor pemicu.

Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan lingkungan berperan besar dalam meningkatkan risiko spillover. Karena itu, upaya pencegahan pandemi perlu mempertimbangkan aspek ekologi agar penularan virus dari satwa liar ke manusia bisa ditekan.

Sumber: Nature.com

[OTOMOTIFKU]