
PROGRAM TERRA for Customary Forest (TERRA-CF) dinilai berhasil mendorong pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Sepanjang 2023–2025, proyek kolaborasi Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Kehutanan, dan Climate and Land Use Alliance (CLUA) ini telah menyalurkan lebih dari Rp14,8 miliar untuk mendukung 107 MHA di 15 provinsi dengan melibatkan 18 lembaga perantara.
Program tersebut mendukung penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS), pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), penguatan tata kelola kelembagaan, hingga program percontohan di 19 MHA melalui pemberian alat ekonomi produktif sesuai kebutuhan masyarakat.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan capaian TERRA-CF sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo untuk memastikan keberpihakan kepada kelompok masyarakat paling bawah.
Menurut dia, perhutanan sosial bukan hanya soal memberikan akses kelola hutan, melainkan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Tingkat produktivitas memang perlu kita tingkatkan. Bukan hanya balapan banyak-banyakan, tapi pascanya ini mau diapakan. Karena akses masih sulit dan intervensi produktif belum cukup, banyak yang belum maksimal. Program seperti TERRA-CF luar biasa, dengan Rp14 miliar bisa tepat sasaran, melibatkan anak muda, dan produktif. Ke depan harus ada kolaborasi lebih erat, termasuk dengan BPDLH melalui dana RBC,” kata Raja Juli dalam acara Closing Ceremony Proyek TERRA-CF di kantor BPDLH, Jakarta Pusat, Senin (29/9).
Dalam penguatan MHA, Raja Juli mengaku sudah membentuk satu task force sejak Maret lalu untuk mempercepat pengakuan hukum adat. Task force-nya inklusif, melibatkan akademisi dari IPB, UGM, dan NGO seperti AMAN, BRWA, WRI, WALHI, serta pihak lain.
“Insya Allah ada 1,4 juta hektare kawasan hutan yang bisa segera dipastikan hak hukumnya bagi masyarakat hukum adat. Karena kami percaya, mereka adalah penjaga hutan terbaik, dengan teknologi dari masa lalu untuk menjaga kelestarian,” ujar dia.
Direktur BPDLH Djoko Tri Haryanto menegaskan, meski program TERRA-CF resmi ditutup, keberlanjutan sudah dijalankan melalui model bisnis yang menempatkan masyarakat adat sebagai entitas ekonomi yang lebih mandiri.
“Ada banyak capaian selama dua tahun berjalan, dan hari ini secara resmi ditutup. Tapi keberlanjutannya sudah kita jalankan. Mudah-mudahan ini menjadi prinsip pengembangan model bisnis ke depan, bahwa masyarakat hukum adat juga bisa diberdayakan, tidak hanya bergantung pada IPA, tapi siap masuk ke level investasi yang lebih tinggi,” jelasnya.
Lead Consultant for Indonesia Coordination, Climate and Land Use Alliance (CLUA) Dewi Suralaga menyampaikan apresiasi atas keberhasilan kerja sama multipihak tersebut. Menurutnya, masyarakat adat merupakan the best guardian of the forest.
“Itu terbukti di seluruh dunia. Karena itu, kami punya komitmen kuat untuk bekerjasama dengan lembaga serta dengan pemerintah, untuk memperkuat hak-hak masyarakat adat sekaligus menjaga kelestarian hutan di Indonesia,” ujarnya.
Dengan capaian ini, TERRA-CF menjadi bukti bahwa dukungan pendanaan yang tepat, kolaborasi multipihak, dan penguatan kapasitas masyarakat dapat mendorong pengelolaan hutan adat yang lebih berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan MHA. (
[OTOMOTIFKU]