Reformasi Polri Harus Ditopang Kesadaran Internal

Reformasi Polri Harus Ditopang Kesadaran Internal
Sejumlah personel polisi mengikuti gelar pasukan.(MI/Agus Utantoro)

Reformasi Transformasi Polri menghadirkan dua tim. Tim internal Polri dan Komite Reformasi yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini memunculkan pertanyaan dari Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia Profesor Suparji.

“Saya kira patut dipertanyakan juga kenapa sampai ada dua. Tetapi, kalau itu sudah terbentuk memang tidak ada yang bisa melarang, tinggal sekarang bagaimana kerjanya, bagaimana hasilnya,” kata Suparji dalam tayangan Metro Siang, Metro TV seperti dikutip metrotvnews.com, hari ini.

Suparji menyoroti upaya reformasi di tubuh Polri tidak bisa hanya berhenti pada pembentukan tim. Menurutnya, masalah utama dalam menyelesaikan berbagai persoalan di Polri saat ini adalah kurangnya kesadaran di internal Polri. 

Suparji menekankan bahwa reformasi yang efektif memerlukan kolaborasi dan integrasi dari tiga elemen kunci: Political Will (Niat Politik), Political Commitment (Komitmen Politik), dan Political Action (Tindakan Politik). 

Tanpa integrasi ini, upaya perbaikan hanya akan menjadi formalitas belaka, dengan hasil yang tidak sesuai harapan masyarakat. “Karena apa? Karena bahwa yang sekarang ini terjadi sebuah keinginan yang cukup kuat terhadap berbagai persoalan Polri untuk segera diselesaikan,” ujar Suparji. 

 

Keinginan masyarakat untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan Polri harus direspons dengan reformasi yang mampu menyentuh akar persoalan. Suparji secara spesifik merujuk pada kejadian yang terjadi pada tanggal 25–28 Agustus, yang menurutnya harus dijadikan pelajaran agar tidak terulang kembali di masa depan.

“Jangan sampai ketika kita ada keinginan melakukan transformasi reformasi Polri, tapi tidak melihat persoalannya. Ini kan dipicu oleh persoalan kemarin. Nah, persoalan kemarin itu kan enggak ada kejelasan,” tuturnya. 

Meskipun mengapresiasi langkah Polri dalam menangkap dan memproses hukum banyak orang, namun Suparji memberikan catatan kritis. Ia meminta agar proses hukum dilakukan secara selektif.

“Ketika hanya menyampaikan aspirasi dan tidak ada niat jahat mestinya juga tidak sampai dikriminalisasi,” ucap Suparji.

“Jadi poin saya adalah bahwa bukan persoalan dua atau satu, tetapi bagaimana membangun kohesivitas dan kolaborasi dua bentukan tadi itu. Dan yang juga penting adalah bagaimana mampu mengangkat akar persoalannya,” imbuhnya. (P-1)

[OTOMOTIFKU]