
IKATAN Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) menilai revisi UU Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas ) mendesak dilakukan. Sebab selain karena usianya sudah lebih dari 20 tahun, zaman terus berubah dan berkembang.
“Revisi UU Sisdiknas, adalah keniscayaan. Ini bukan semata karena adanya persoalan dalam undang – undang yang lama. Tetapi usia UU itu sudah 20 tahun, dan zaman terus berkembang,” tegas Prof. Dr. M. Solehuddin mewakili ISPI, Sabtu sore (27/9/2025) .
Penegasan itu disampaikan dalam kajian kritis draft UU Sisdiknas, yang dilakukan ISPI bersama Lembaga Akreditasi Mandiri Kependidikan (LAMDIK) dan UMS, dengan melibatkan Badan Keahlian DPR RI, Kemendiktisaintek, beserta Kemendikdasmen, di ruang seminar Pasca Sarjana UMS, Pabelan, Sabtu ( 27/9/2025).
Menurut Prof Sholehudin, UU Sidiknas itu mungkin bagus pada zamannya, tetapi karena berbagai perubahan dan kondisi yang terus berkembang, tentu perlu dilakukan penyesuaian – penyesuaian.
Karena itu, anggota ISPI itu mengajak seluruh peserta dapat memanfaatkan forum kajian kritis sebaik-baiknya. ” Mudah – mudahan tantangan pendidikan yang semakin berat kedepan, bisa dijawab dengan pendidikan berkualitas. Tentu hal ini perlu regulasi yang betul-betul memberikan landasan yang kuat, bagi penyelenggaraan pendidikan berkualitas di Indonesia ke depan,” tegas dia.
Sementara Rektor UMS, Prof. Dr. Harun Joko Prayitno menyatakan, terdapat tiga persoalan mendasar pendidikan yang selama ini terus digaungkan UMS.
“Pertama adalah persoalan aksesibilitas yang telah dirangkum Kemendikdasmen melalui tagline pendidikan bermutu untuk semua. Jadi merata dulu dan harus bermutu,” kata dia .
Kedua, persoalan mutu itu harus tetap menjadi garda depan dalam mengawal pendidikan nasional, baik melalui penjaminan mutu eksternal maupun penguatan mutu internal.
“Dan ketiga, relevansi atau dampak pendidikan. Hadirnya pendidikan harus memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa,” tandas Prof Harun.
Yang jelas, tegas Rektor UMS, pendidikan bukan hanya semata-mata mengubah atau mentransformasi atau memberikan skill tertentu, tapi yang terpenting penguatan nilai itu menjadi penting.
Hakikat pendidikan, sambung Prof Harun, kata orang Jawa adalah nguwongke uwong, atau memartabatkan kehidupan, yang di dalamnya memartabatkan manusia.
Keberadaan guru harus mampu memberikan pencerahan, agar mendorong peserta didik menumbuhkan energi positif di manapun mereka berada.
Di depan peserta kajian kritis atas draft UU Sisdiknas, Prof Harun mengajak seluruh pihak untuk senantiasa bersyukur, baik secara horizontal maupun vertikal.
“Bersyukur secara horizontal dapat diwujudkan dengan bekerja keras dan bersungguh-sungguh memikirkan regulasi agar pemerintah dapat menghadirkan pendidikan untuk semua. Dan bersyukur secara vertikal diwujudkan dengan penghambaan kepada Allah SWT,” pesan guru besar bidang pendidikan itu. (H-2)
[OTOMOTIFKU]