Wangi Pandan Musang Luwak Jadi Penanda Kehidupan Hutan

Wangi Pandan Musang Luwak Jadi Penanda Kehidupan Hutan
Ilustrasi(Freepik)

MUSANG luwak (Paradoxurus hermaphroditus) bukan hanya dikenal karena perannya dalam menghasilkan kopi luwak. Hewan mamalia ini juga memiliki kelenjar unik yang dapat mengeluarkan aroma mirip pandan.

“Aroma yang berperan penting dalam interaksi sosial dan pertahanan diri,” ujar Pakar Ekologi Satwa Liar sekaligus dosen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB University, Abdul Haris Mustari.

Kelenjar beraroma pandan terletak di pangkal ekor dekat anus, serta pada bagian bawah perut musang. 

“Kelenjar ini menghasilkan campuran protein, lemak, dan senyawa kimia volatil. Aroma khas ini dikenal sebagai pandan gland,” jelasnya.

Lebih lanjut, Haris mengurai fungsi pandan gland antara lain untuk menandai teritori, berkomunikasi sosial dan reproduksi, serta sebagai mekanisme pertahanan diri. 

“Aroma ini membantu musang mengenali sesama, menarik pasangan, menghindari konflik, hingga memberi sinyal peringatan kepada predator,” imbuhnya.

Secara alami, penyebaran musang luwak terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan telah diintroduksi ke wilayah timur Indonesia seperti Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Keberadaannya di alam kini semakin terancam akibat hilangnya habitat, perburuan, dan perdagangan.

“Sayangnya, populasi musang luwak terus menurun. Musang sering dianggap hama karena memangsa ternak unggas, padahal makanan alaminya adalah buah-buahan, reptil, dan rodensia (hewan pengerat). Justru, musang berperan penting dalam pengendalian hama secara alami,” ungkap Haris.

Selain menjaga keseimbangan populasi hama, musang luwak juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan. Saat memakan buah, bijinya terbawa hingga keluar bersama feses dan tumbuh menjadi  tumbuhan baru. Proses ini mendukung regenerasi hutan. 

“Musang bahkan membantu memecahkan dormansi benih dari buah palem, seperti enau dan pinang hutan, serta banyak jenis tumbuhan lainnya, sehingga dapat berkecambah lebih baik,” tambahnya.

Di sisi lain, musang luwak juga bernilai ekonomi. Di perkebunan kopi, musang sengaja dipelihara untuk menghasilkan kopi luwak yang terkenal mahal dan berkualitas tinggi. 

Bahkan, aroma pandan alami dari musang menjadi bahan dasar parfum di beberapa negara penghasil wewangian.

Haris menegaskan bahwa jika populasi musang terus menurun, akan terjadi dampak berantai terhadap ekosistem. Ledakan hama bisa meningkat, regenerasi hutan terganggu, dan fungsi ekologis musang hilang.

“Musang luwak merupakan bagian dari kekayaan hayati yang harus dilestarikan. Biarkan mereka hidup dan berkembang biak secara alami agar ekosistem tetap seimbang,” pungkasnya. (Z-1)

[OTOMOTIFKU]