
WARGA mengeluhkan limbah berbau menyengat yang diduga berasal dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di lingkungan mereka. Berdasarkan informasi yang dihimpun Media Indonesia, keluhan tersebut disampaikan warga RW 12 Karya Bhakti, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.
“Sebenarnya warga sudah mengeluhkan bau tidak sedap yang tercium dari selokan di sekitar pemukiman sekitar dua hari setelah dapur SPPG Harjamukti beroperasi,” tutur Ketua RW 12 Kelurahan Larangan, Nazar, Senin (29/9).
Awalnya, lanjut Nazar, bau menyengat hanya tercium di saluran drainase di sekitar dapur, namun dalam kurun waktu dua minggu, bau menyengatnya sudah menyebar ke RT 01 hingga RT 06. “Awalnya hanya warga di RT 04 dan RT 06 yang komplaian. Saya juga sudah memanggil pihak yayasan, mereka mengaku ada limbah yang keluar dan sudah ditangani,” tutur Nazar. Namun setelah itu, dua minggu kemudian bau menyengat kembali tercium bahkan lebih luas mulai RT 01 hingga RT 06.
Selain bau menyengat dari saluran drainase atau selokan di lingkungan rumah, warga menurut Nazar juga mengeluhkan penumpukan sampah serta penggunaan lahan yang merupakan fasilitas umum untuk parkir kendaraan dan tempat sampah mereka. “Sampai sekarang, kami tidak pernah mengizinkan penggunaan fasum tersebut,” tutur Nazar.
Selanjutnya warga menuntut agar dapur SPPG Harjamukti melakukan pembenahan total, terutama terkait instalasi pengolahan air limbah (IPAL) agar tidak mengganggu kesehatan dan kebersihan lingkungan. Warga pun memberikan waktu dua minggu kepada pengelola SPPG untuk menyelesaikannya. “Bila tidak ada perubahan signifikan, kami akan mengajukan penutupan sementara secara resmi ke instansi terkait. Kami bukan menolak keberadaan dapur, tapi tolong juga hargai kami sebagai warga yang terdampak,” tutur Nazar.
Sementara itu, Deni Aulia Fathul Munir, perwakilan Yayasan Pesarean Buyut Kilayaman, menjelaskan untuk pembangunan SPPG sendiri pihaknya sudah menyesuaikan dengan aturan dari Badan Gizi Nasional (BGN), termasuk mengenai Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). “Hanya waktu itu dari dinas kesehatan masih berproses terus dan ada salinan untuk apa yang harus diubah dan dievaluasi. Tapi memang butuh pendampingan lebih intens,” tutur Deni.
Pihaknya juga sudah mengikuti petunjuk teknis dari BGN, namun pendampingannya yang harus ditegaskan terutama dari Dinas Kesehatan. SPPG Harjamukti sendiri mulai beroperasi pada 21 Agustus 2025, dan sedang melakukan pembenahan. “Sebenarnya kita sudah ada penampungan limbah, hanya saja saluran air tersebut masuk juga saluran warga, jadi ya semuanya disitu,” tuturnya.
Sementara itu, Korwil BGN Kota Cirebon Ashar Saputra menjelaskan bahwa verifikasi dapur dilakukan sebelum sistem baru terkait IPAL diberlakukan. “Waktu itu juknisnya belum secara detail membahas kapasitas dan spesifikasi IPAL. Verifikasi hanya memastikan bahwa IPAL sudah ada tapi tidak diuji kapasitasnya,” tutur Ashar.
Ashar juga menyayangkan kurangnya komunikasi antara pengelola dapur SPPG Harjamukti dengan lingkungan setempat.
“Seharusnya ada koordinasi dari awal dengan RT, RW, dan Dinas Lingkungan Hidup,” tutur Ashar.
Ashar mengungkapkan bahwa BGN akan merekomendasikan dua opsi kepada pusat, pertama menghentikan sementara operasional dapur SPPG Harjamukti untuk perbaikan menyeluruh, atau melanjutkan operasional dengan menu keringan sambil perbaikan berjalan. SPPG Harjamukti sendiri melayani 3.800 porsi per hari. (H-4)
[OTOMOTIFKU]